Tuesday, November 13, 2012

Manusia dan Pandangan Hidup

Pandangan Hidup dan Ideologi
1. Pandangan Hidup
Setiap manusia sudah pasti mempunyai pandangan hidupnya masing-masing. Pandangan hidup bersifat kodrati yang telah diberikan oleh Tuhan kepada setiap masing-masing manusia. Adapun pengertian pandangan hidup itu adalah pendapat  ataupun pertimbangan yang dijadikan untuk pegangan, pedoman, arahan atau petujuk hidup di dunia agar dapat menjalani hidup yang lebih baik lagi dengan adanya pandangan hidup tersebut.
Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup. Pandangan hidup berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam:
  1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
  2. Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu negara.
  3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, dan keyakinan atau kepercayaan. Dari ke-4 unsur ini erat kaitannya yang tidak dapat terpisahkan. Yang dimaksud dengan cita-cita adalah  apa yang ingin dicapai dengan usaha atau perjuangan yang akan ditempuh untuk mendapatkannya. Tujuan yang ingin dicapai adalah kebajikan. Kebajikan adalah segala sesuatu hal yang baik yang dapat manusia itu bahagia, makmur dan tentram. Usaha atau perjuangan yaitu kerja keras yang dilandasi oleh kepercayaan dan keyakinann. Keyakinan atau kepercayaan itu dapat diukur dengan  kemampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
Selain itu, menurut Islam, f ungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi. Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? Dan bagaimanakah manusia melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Antara lain seperti disebutkan pada Surah Al-Baqarah ayat 30:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan pokok sebagai khalifatullah. Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun yang akan menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan melakukan penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi, misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia, adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah. Sebagai khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada semua makhluknya.
Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di atas dunia ini adalah untuk beribadah.

2. Ideologi
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan. Kata ideologi sendiri diciptakan oleh Destutt de Tracy. Ideologi dapat dianggap sebagai visi yang komprehensif, sebagai cara memandang segala sesuatu secara umum (lihat Ideologi dalam kehidupan sehari hari) dan beberapa arah filosofis (lihat Ideologi politis), atau sekelompok ide yang diajukan oleh kelas yang dominan pada seluruh anggota masyarakat. Tujuan untama dibalik ideologi adalah untuk menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif. Ideologi adalah sistem pemikiran abstrak (tidak hanya sekadar pembentukan ide) yang diterapkan pada masalah publik sehingga membuat konsep ini menjadi inti politik. Secara implisit setiap pemikiran politik mengikuti sebuah ideologi walaupun tidak diletakkan sebagai sistem berpikir yang eksplisit. Selain definisi di atas, berikut ada beberapa definisi lain tentang ideologi:
  • Gunawan Setiardjo:
Ideologi adalah kumpulan ide atau gagasan atau aqidah ‘aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan.
  • Destutt de Tracy:
Ideologi adalah studi terhadap ide-ide/pemikiran tertentu.
  • Descartes:
Ideologi adalah inti dari semua pemikiran manusia.
  • Machiavelli:
Ideologi adalah sistem perlindungan kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa.
  • Thomas H:
Ideologi adalah suatu cara untuk melindungi kekuasaan pemerintah agar dapat bertahan dan mengatur rakyatnya.
  • Francis Bacon:
Ideologi adalah sintesa pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
  • Karl Marx:
Ideologi merupakan alat untuk mencapai kesetaraan dan kesejahteraan bersama dalam masyarakat.
  • Napoleon:
Ideologi keseluruhan pemikiran politik dari rival–rivalnya.
  • Muhammad Ismail:
Ideologi (Mabda’) adalah Al-Fikru al-asasi al-ladzi hubna Qablahu Fikrun Akhar, pemikiran mendasar yang sama sekali tidak dibangun (disandarkan) di atas pemikiran pemikiran yang lain. Pemikiran mendasar ini merupakan akumulasi jawaban atas pertanyaan dari mana, untuk apa dan mau kemana alam, manusia dan kehidupan ini yang dihubungkan dengan asal muasal penciptaannya dan kehidupan setelahnya.
  • Taqiyuddin An-Nabhani:
Mabda’ adalah suatu aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Yang dimaksud aqidah adalah pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup, serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan Zat yang ada sebelum dan sesudah alam kehidupan di dunia ini. Atau Mabda’ adalah suatu ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia, dan hidup. Mencakup dua bagian yaitu, fikrah dan thariqah.

Cita-cita
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, cita-cita adalah keinginan atau kehendak yang selalu ada di dalam pikiran atau sebuah tujuan sempurna (yang akan dicapai atau dilaksanakan) dimana untuk mewujudkannya, kepentingan pribadi harus dikesampingkan.
Banyak orang yang mengganggap mimpi atau impian itu sama dengan khayalan atau angan-angan tetapi sebenarnya serupa tapi tak sama. Mimpi atau impian itu lebih ke arah sesuatu yang dapat digapai sedangkan khayalan atau lamunan itu lebih ke arah keinginan yang tidak dapat direalisasikan.
Dari kecil kita pasti dinasehati oleh orangtua, guru ataupun buku untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit. Semua itu memang benar karena dengan adanya cita-cita atau impian dalam hidup kita akan membuat kita semangat dan bekerja keras untuk menggapai kehidupan yang lebih baik di dunia.
Cita-cita yang baik adalah cita-cita yang dapat dicapai melalui kerja keras, kreativitas, inovasi, dukungan orang lain dan sebagainya. Khayalan hasil melamun cenderung tidak logis dan bersifat mubazir karena banyak waktu yang terbuang untuk menghayal yang tidak-tidak.
Tidak semua orang bisa menentukan cita-cita. Jika tidak bisa menentukan cita-cita, maka bercita-citalah untuk menjadi orang yang berguna dan dicintai orang banyak dengan hidup yang berkecukupan. Untuk mendapatkan motivasi dalam mengejar cita-cita kita bisa mempelajari kisah sukses orang lain atau membaca atau melihat film motivasi hidup seperti laskar pelangi.
Tapi jangan lupa dengan cita-cita setelah kita mati nanti yaitu masuk surga. Masuk surga pun harus kita perjuangkan selama kita hidup di dunia karena hidup kita pada dasarnya adalah untuk ibadah dan merupakan ujian Tuhan kepada kita. Kita mati tidak membawa apa-apa selain amal ibadah kita.
Hidup akan berguna jika kita lebih banyak memberi dan sedikit menerima. Banyak berbuat kebaikan dan melawan kejahatan jauh lebih membanggakan daripada hidup jadi penjahat dan mengejar kenikmatan dunia/hedonisme. Manusia tidak akan puas dengan harta, oleh karena itu hiduplah sederhana dan banyak memberi. Dengan begitu kelak di akhirat kita bisa tersenyum bangga atas kemenangan kita selama hidup di dunia.

Kebajikan
Kebajikan adalah segala sesuatu hal yang baik yang dapat manusia itu bahagia, makmur dan tentram. Prinsip bahwa kebajikan merupakan suatu pengetahuan adalah bahwa untuk mengatahui kebaikan adalah dengan melakukan kebaikan. Kejahatan, kekeliruan atau semacamnya muncul karena kurangnya pengetahuan, ketidakacuhan, dan ketiadaan lainnya. jika mengetahui kebaikan adalah dengan melakukan kebaikan, maka kekeliruan hanya datang dari kegagalan untuk mengetahui apa yang baik. “Tak ada orang yang melakukan kejahatan secara sukarela”, kalau mengetahui kebaikan tentang sesuatu (dalam hal apapun itu), seseorang tak mungkin bermaksud memilih kejahatan.
Seseorang harus tahu sifat alamiah manusia, supaya mengerti apa yang baik bagi manusia dan apa yang akan bisa membawa kebahagiaan, serta supaya mengerti bagaimana hidup dan apa yang harus dikejar untuk diraih. Tanpa memperhatikan ini, tak akan pernah tahu apa yang baik bagi manusia dalam sebuah kehidupan, mengejar demi mencapai sesuatu namun tak pernah mendapatkan kebahagiaan, kehidupan seperti bisa dikatakan “kehidupan yang tak teruji, sedangkan kehidupan yang tak teruji tidak layak disebut hidup” (Socrates : Seri Petualangan Filsafat).

Usaha atau Perjuangan
Usaha atau perjuangan adalah bentuk kerja keras untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita. Tanpa adanya usaha, hidup manusia tak ada artinya. Manusia diciptakan berakal dan berindra, dimana apa yang dititipkan-Nya harus dipotensialkan sesuai kemampuannya.
Perjuangan merupakan bagian tak terpisahkan dari hidup dan kehidupan. Perjuangan merupakan bentuk dari serangkaian upaya yang dilakukan. Ketika berupaya untuk meraih apa yang kita inginkan, kita tentu membutuhkan serangkaian action, strategi dan perilaku yang tepat. Pengulangan ketiganya secara terus menerus melalui perbaikan dan pengembangan yang dibutuhkan sesungguhnya merupakan inti dari perjuangan hidup.
Kedua adalah perwujudan, yang mengartikan perlunya implementasi dan hasil nyata. Ketika suatu tujuan telah ditetapkan dan ingin dicapai maka langkah berikutnya harus disertai dengan implementasi. Di setiap proses perjuangan selalu membutuhkan implementasi nyata. Hasil nyata akan terwujud apabila kita bisa menjaga proses implementasi dengan baik dan benar. Hasil yang mampu dicapai merupakan wujud dari sebuah perjuangan.
Perjuangan tidak selalu identik dengan lamanya kita melakukan proses implementasi untuk mewujudkan keinginan kita. Bisa jadi seseorang membutuhkan perjuangan yang lebih singkat dengan sedikit sumber daya yang dibutuhkan, sedangkan individu lainnya justru sebaliknya. Kesiapan, ketersediaan dan kualitas sumber daya, strategi, situasi dan tingkat kesulitan yang dihadapi, serta dukungan dari lingkungan internal maupun eksternal amat menentukan seberapa besar dan lamanya sebuah perjuangan harus dilakukan.

Keyakinan atau Kepercayaan
Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu benar. Atau, keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Contoh: Pada suatu masa, manusia pernah meyakini bahwa bumi merupakan pusat tata surya, belakangan disadari bahwa keyakinan itu keliru. Tetapi dalam segi Islam, keyakinan tersebut bersifat mutlak karena apa yang diajarkan oleh Islam adalah bersumber dari Allah. Dan sudah terjamin kebenarannya.

Langkah-Langkah Berpandangan Hidup yang Baik
Setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup dan akan melakukan usaha untuk dapat mencapai dan berhasil dalam kehidupan yang diinginkannya. Tetapi apapun itu, yang terpenting adalah memiliki pandangan hidup yang baik agar dapat mencapai tujuan dan cita-cita dengan baik pula. Adapun langkah-langkah berpandangan hidup yang baik yakni:
  • Mengenal
Mengenal merupakan suatu kodrat bagi manusia, yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas hidupnya yang dalam hal ini mengenal apa itu pandangan hidup. Tentunya kita yakin dan sadar bahwa setiap manusia itu pasti mempunyai pandangan hidup, maka kita dapat memastikan bahwa pandangan hidup itu ada sejak manusia itu ada, dan bahkan hidup itu ada sebelum manusia itu belum turun ke dunia.
  • Mengerti
Tahap kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah mengerti. Mengerti disini dimaksudkan mengerti terhadap pandangan hidup itu sendiri. Bila dalam bernegara kita berpandangan pada Pancasila, maka dalam berpandangan hidup pada Pancasila kita hendaknya mengerti apa Pancasila dan bagaimana mengatur kehidupan bernegara. Begitu juga bagi yang berpandangan hidup pada agama Islam. Hendaknya kita mengerti apa itu Al-Qur’an dan Hadist. Dan bagaimana keduanya itu mengatur kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.
  • Menghayati
Langkah selanjutnya setelah mengerti pandangan hidup adalah menghayati pandangan hidup itu. Dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hdiup itu sendiri. Menghayati disini dapat diibaratkan menghayati nilai-nilai yang terkandung didalamnya, yaitu dengan memperluas dan mernperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup itu sendiri. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka menghayati ini, menganalisa hal-hal yang berhubungan dengan pandangan hidup, bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu dan lebih berpengalaman mengenai isi pandangan hidup itu atau mengenai pandangan hidup itu sendiri. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri.
  • Meyakini
Setelah mengetahui kebenaran dan validitas, baik secara kemanusiaan, maupun ditinjau dari segi kemasyarakatan maupun negara dan dari kehidupan di akhirat, maka hendaknya kita meyakini pandangan hidup yang telah kita hayati itu. Meyakini ini merupakan suatu hal untuk cenderung memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai suatu tujuan hidupnya.
  • Mengabdi
Pengabdian merupakan sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik oleh dirinya lebih-lebih oleh orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaatnya. Sedangkan perwujudan manfaat mengabdi ini dapat dirasakan oleh pribadi kita sendiri. Dan manfaat itu sendiri bisa terwujud di saat masih hidup dan atau sesudah meninggal, yaitu di alam akhirat.

Manusia dan Keadilan

Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri. Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut para ahli:
  • Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia.
  • Keadilan menurut Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
  • Keadilan Menurut Socrates, keadilan tercipta bila mana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, sebab pemerintah pemimpin pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Keadilan memiliki ciri-ciri antara lain tidak memihak, seimbang, dan melihat segalanya sesuai dengan proporsinya baik secara hak maupun kewajiban dan sebanding dengan moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang dilakukan dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat bersifat hukum.

Keadilan Sosial
            Dalam Pancasila yang kelima berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pendapat Bung Hatta dalam uraian mengenai sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah sebagai berikut, “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”. Disini jelas diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 1945 percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi yaitu dapat mencapai kemakmuran yang secara merata. Serta pengertian keadilan sosial itu sendiri adalah suatu kondisi dimana terciptanya kemakmuran karena keseimbangan antara hak dan kewajiban umat manusia.
Dengan sila ini, rakyat Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan keadilan sosial, perbuatan dan sikap yang harus dipupuk yakni:
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan.
2. Sikap yang adil terhadap sesama manusia, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati semua hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang sedang memerlukan pertolongan
.
4. Sikap yang suka bekerja keras, rajin dan giat.
5. Sikap yang selalu menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan secara bersama-sama.

Macam-Macam Keadilan
1. Keadilan legal atau keadilan moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari setiap orang yang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang paling cocok baginya (the man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral, sedangkan masyarakat yang membuat dan menjadikan kesatuannya. Suatu kondisi dimana terdapat masyarakat yang adil disebut keadilan legal. Keadilan dapat terwujud di dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik dan benar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
2. Keadilan distributive
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when equels are treated equally).
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Menurut Aristoteles, pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

Kejujuran
Jujur atau kejujuran yaitu apa yang dikatakan oleh seseorang sesuai dengan hati nuraninya atau sesuai dengan kenyataan yang ada. Jujur juga bisa dikatakan seseorang yang bersih hatinya dari perbuatan yang bertentangan dengan moral serta melanggar agama dan hukum. Kejujuran akan mewujudkan keadilan dan memberikan ketentraman. Kejujuran merupakan lambang suatu kebenaran. Barang siapa yang berkata dengan jujur sesuai dengan kenyataan artinya orang tersebut telah berbuat yang benar. Kejujuran dapat dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi. Kesadaran moral adalah kesadaran  tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri berhadapan dengan hal baik dan buruk. Dari situ manusia dihadapkan antara yang halal dan yang haram, yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari jujur dan tidak jujur adalah merupakan bagian hidup yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
Jujur juga berarti menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata atau perbuatan. Orang yang memiliki kejujuran tinggi akan memiliki keyakinan yang matang. Sedangkan orang yang tidak jujur memiliki kepribadian yang buruk dan sering tidak yakin pada dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan. Kejujuran itu juga dapat diartikan sebagai suatu keadaan apa adanya dimana seseorang memiliki kesadaran penuh untuk mengetahui dan menanggung konsekuensi yang diakibatkan oleh perkataan maupun perbuatan yang akan dilakukannya.
Pada dasarnya kejujuran akan cenderung lebih banyak memberikan efek positif ketimbang negatif. Dan kecenderungan seseorang untuk jujur maupun tidak jujur merupakan suatu pilihan yang bersumber dari hati nurani, moral, dan akhlak seseorang. Namun banyak juga yang berpendapat bahwa berbohong atau tidak jujur demi kebaikan itu diperbolehkan. Sebenarnya pendapat tersebut tidak salah, tetapi perlu dipertanyakan kebaikan yang seperti apa dahulu. Yang terpenting kebaikan tersebut tidak bertentangan dengan moral, agama, dan hukum.

Kecurangan
Curang atau kecurangan dapat dikatakan dengan ketidakjujuran atau tidak jujur. Bisa juga dikatakan licik. Curang atau kecurangan adalah apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya, serta dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang lebih atau besar. Yang dimaksud dengan keuntungan yaitu berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan untuknya meskipun orang lain akan menderita karenanya sikap curangnya itu.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah dan bertujuan ingin menimbun kekayaan yang berlebihan agar dianggap orang yang hebat, kaya, dan tidak mempedulikan nasib orang lain. Dalam agama pun tidak dibenarkan apabila orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, atau mengumpulkan harta dengan cara yang curang atau licik. Jika menurut pandangan Islam, hal seperti ini tidaklah diridhai oleh Allah. Berbagai macam sebab orang yang melakukan curang atau kecurangan. Ada 4 aspek yaitu:
1. Aspek Ekonomi,
2. Aspek Kebudayaan,
3. Aspek Peradaban, dan
4. Aspek Teknik.
                Apabila ke-4 aspek tersebut dilaksanakan dengan aturan agama dan hukum yang dilandasi dengan tanggung jawab, kejujuran, keikhlasan, dan akhlak yang baik maka segalanya akan berjalan dengan baik. Namun apabila manusia dalam hatinya telah ada jiwa yang tamak, iri, dengki maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar aturan agama dan hukum. Lalu terjadilah curang atau kecurangan.

Pemulihan Nama Baik
Nama baik yaitu nama yang tidak tercela atau buruk. Setiap orang pasti menjaga dengan sangat hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi tauladan bagi orang/tetangga disekitarnya dan merupakan suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Ada peribahasa berbunyi “daripada berpulih mata lebih baik berpulih tulang” artinya itu adalah orang lebih baik mati daripada harus malu. Betapa sangat besar nilai nama baik itu sehingga nyawa pun menjadi taruhannya. Penjagaan nama baik erat sekali hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan seseorang. Yang dimaksud perbuatan atau tingkah laku disini adalah cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin, cara menghadapi orang, perbuatan yang dihalalkan agama, dan lain-lain. Pada dasarnya pemulihan  nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya, bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan moral dan akhlaknya.
Untuk memulihkan nama baik di mata Allah, manusia harus bertaubat dan tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan. Begitu pula untuk memulihkan nama baik terhadap orang lain, ia harus segera minta maaf dengan bersungguh-sungguh. Taubat dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus disertai dengan perilaku pembuktian. Yaitu dengan tidak mengulangi kesalahan, berlaku sesuai ajaran moral, agama, dan hukum. Sebagai contoh berperilaku tolong menolong, bertanggung jawab, jujur, bertawakal, dan berakhlak baik.

Pembalasan
            Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Pembalasan tidak selalu berupa perbuatan negatif, namun bisa pula melalui perbuatan positif. Pembalasan terbagi menjadi 2, yaitu pembalasan terhadap sikap positif dan pembalasan terhadap sikap negatif. Dalam hal ini, sikap apa pun yang diterima oleh seseorang tetap harus ditanggapi dengan positif. Jika seseorang mendapat sikap yang tidak baik oleh orang lain, ia tidak seharusnya membalas sikap tersebut dengan hal yang serupa atau yang lebih buruk, melainkan membalasnya dengan kebaikan. Contohnya doa, sikap yang baik, dan nasihat. Tetapi ada pengecualian dalam hal ini. Jika dalam keadaan yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain, seseorang boleh menggunakan haknya untuk menyelamatkan dirinya atau orang lain dengan melakukan suatu tindakan yang merupakan suatu pembalasan.
            Selain itu, pembalasan terhadap sikap positif dinamakan balas budi. Sebagai contoh, dahulu A membutuhkan pertolongan, lalu B menolongnya. Sewaktu-waktu B membutuhkan pertolongan, lalu A menolong B. Sikap tersebut adalah pembalasan.
            Memanglah pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna dan tidak ada yang tidak pernah melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya pembalas hanyalah Allah. Dan satu-satunya yang berhak membalas semua perbuatan manusia hanyalah Allah. Sedangkan kita hanya berbuat sesuai dengan perintahNya dan menjauhi apa yang dilarangNya.