Friday, November 21, 2014

Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah mengenai kasus yang telah dijelaskan secara singkat pada pendahuluan sebelumnya berisikan analisis permasalahan mengenai teknik pengambilan sampel dan metode sampling yang digunakan dalam kasus tersebut, serta permasalahan yang didapatkan setelah mengambil data. Sampel merupakan bagian dari populasi, dimana sampel dapat mewakili keseluruhan yang berada dalam populasi. Teknik pengambilan sampel yang terkait dengan kasus tersebut adalah probability dan metode samplingnya yaitu simple random sampling. Simple random sampling adalah teknik untuk menentukan sampel secara acak dimana dalam kasus ini sampel diambil di Kampus J1 Universitas Gunadarma secara acak terhadap mahasiswa yang ada. Jumlah sampel seluruhnya adalah sebanyak 30 orang mahasiswa.

Penggunaan papan tulis umumnya memiliki ukuran yang sama untuk semua penggunanya dan dapat dikategorikan penggunaan secara umum atau rata-rata. Berkaitan dengan hal tersebut, data yang diambil dari 30 sampel merupakan dimensi tubuh yaitu dalam keadaan diam (statis) maupun posisi bergerak (dinamis). Setiap sampelnya diambil data sebanyak 43 dimensi tubuh. Melalui pengukuran tersebut akan diketahui ukuran untuk bagian-bagian dari produk papan tulis berdasarkan dimensi bagian-bagian tubuh manusia. Bagian-bagian papan tulis yang disesuaikan terhadap dimensi tubuh manusia yaitu tinggi papan tulis, panjang papan tulis, tinggi tiang penyangga, lebar papan tulis, tinggi tempat alat tulis, dan lebar tempat alat tulis. Berikut ini adalah salah satu contoh hasil pengukuran yang didapatkan untuk sebuah sampel.


Berdasarkan data di atas yang menjadi permasalahan adalah bagian tubuh yang mana yang dapat digunakan untuk merancang papan tulis. Terdapat 7 dimensi tubuh yang dapat digunakan untuk merancang papan tulis, yaitu jangkauan tangan ke atas (jtkt), panjang jari 3 (pj3), rentangan tangan (rt), tinggi bahu berdiri (tbb), tinggi pinggang berdiri (tpgb), pangkal ke tangan (pkt), dan lebar tangan (lt).

Tipe perancangan yang digunakan adalah perancangan untuk pemakaian rata-rata karena produk tersebut merupakan produk yang umum dipakai, yaitu dengan menggunakan sebagian besar persentil 50%. Perancangan tersebut sebagian kecilnya menggunakan persentil 95%, yaitu perancangan untuk pemakaian nilai ekstrim dengan tujuan untuk menyesuaikan ukuran produk dengan kebutuhan dan kenyamanan pengguna. Melalui pengolahan data untuk menyelesaikan permasalahan didapatkan hasil sebagai berikut. Tinggi papan tulis didapatkan dari jangkauan tangan ke atas (jtkt) dikurangi panjang jari 3 (pj3) dan ditambahkan dengan allowance tinggi sepatu 3 cm, yaitu 195,65 cm. Panjang papan tulis didapatkan dari rentangan tangan (rt) yaitu 181,94 cm. Tinggi tiang penyangga didapatkan dari tinggi bahu berdiri (tbb) ditambahkan dengan allowance tinggi sepatu 3 cm, yaitu 138,14 cm. Lebar papan tulis didapatkan dari tinggi papan tulis dikurangi dengan tinggi pinggang berdiri (tpgb) yang ditambahkan dengan allowance tinggi sepatu 3 cm, yaitu 91,94 cm. Tinggi tempat alat tulis didapatkan dari pangkal ke tangan (pkt) ditambahkan dengan panjang jari 3 (pj3), yaitu 18,77 cm. Lebar tempat alat tulis didapatkan dari lebar tangan (lt) yaitu 11,67 cm.

Saturday, November 1, 2014

Penulisan Pendahuluan Laporan Penelitian


BAB I
PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
Manusia kesehariannya melakukan berbagai macam aktivitas, salah satunya adalah bekerja. Bekerja tentunya membutuhkan alat dan fasilitas yang layak dan nyaman untuk digunakan, serta dapat mendukung terlaksananya proses bekerja dengan baik. Terkadang masih terdapat alat dan fasilitas kerja yang tidak memberikan kenyamanan dalam bekerja, sebagai contoh papan tulis yang terlalu tinggi, kursi yang terlalu pendek, dan lain sebagainya. Hal tersebut berpengaruh terhadap produktivitas dalam bekerja, dimana kurangnya rasa nyaman dapat menyebabkan penurunan produktivitas. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan sebuah studi pengukuran dimensi tubuh manusia yaitu antropometri.
Antropometri digunakan dengan mempertimbangkan atau menyesuaikan suatu perancangan produk terhadap karakteristik tubuh manusia yang berkaitan dengan suatu pekerjaan. Pengertian antropometri itu sendiri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk, dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain. Perancangan produk dilakukan dengan studi pengukuran dimensi tubuh manusia, yaitu dalam keadaan diam (statis) maupun posisi bergerak (dinamis). Melalui pengukuran tersebut akan diketahui ukuran untuk bagian-bagian dari suatu produk berdasarkan dimensi bagian-bagian tubuh manusia.
Pengaplikasian modul antropometri yaitu dengan melakukan pembuatan produk papan tulis. Produk ini dipilih karena banyak digunakan produk yang sederhana sehingga perancangan produk dapat dilakukan dengan mudah, serta dimensi tubuh yang digunakan untuk pengukuran tidak terlalu banyak. Harapan dari pembuatan papan tulis tersebut yaitu dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna papan tulis karena produk dirancang dengan memperhatikan dimensi tubuh manusia, serta penambahan inovasi berupa tempat alat tulis yang cukup besar kapasitasnya pada tiang penyangga sisi kiri papan tulis diharapkan dapat mempermudah dalam penyimpanan alat-alat tulis yang digunakan dan papan tulis yang dapat mudah dilepas atau dipasang kembali pada tiang penyangga diharapkan dapat mempermudah dalam penggunaannya.

1.2       Perumusan Masalah
Perumusan masalah menjelaskan tentang permasalahan yang berkaitan dengan modul antropometri. Permasalahan yang terdapat pada modul ini adalah bagaimana merancang papan tulis yang sesuai dengan karakteristik tubuh manusia.

1.3       Pembatasan Masalah
            Penulisan laporan akhir pada modul antropometri ini memiliki beberapa batasan, agar hal-hal yang dibahas pada laporan ini tidak menyimpang dari materi yang telah diberikan. Pembatasan masalah yang terdapat dalam penulisan laporan akhir adalah sebagai berikut:
1.      Produk yang dirancang adalah papan tulis.
2.      Data yang diukur yaitu 40 data dimensi tubuh untuk antropometri statis dan 3 data dimensi tubuh untuk antropometri dinamis dengan pengambilan 30 data untuk setiap dimensi tubuh.
3.      Persentil yang digunakan untuk perhitungan manual ataupun perhitungan software yaitu persentil 5%, persentil 50%, dan persentil 95%.
4.      Alat-alat yang digunakan untuk pengukuran antara lain kursi antropometri, mistar, meteran, busur, lembar data pengamatan, dan alat tulis.

1.4       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan menjadi landasan tersusunnya laporan dan penyelesaian masalah-masalah yang akan dibahas. Tujuan penulisan yang terkait dengan modul antropometri diantaranya adalah:
1.      Mengetahui dimensi tubuh yang digunakan pada perancangan produk papan tulis.
2.      Mengetahui prinsip-prinsip perancangan yang digunakan untuk merancang produk papan tulis.
3.      Mengetahui kelebihan dan kekurangan dari produk papan tulis yang dirancang berdasarkan ilmu antropometri.

1.5       Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan akhir modul antropometri yaitu laporan ini dapat digunakan sebagai solusi dan alternatif dalam merancang papan tulis agar dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pengguna papan tulis karena perancangan dilakukan dengan memperhatikan dimensi tubuh manusia. Penambahan inovasi pada papan tulis dilakukan agar dapat mempermudah pengguna dalam penyimpanan alat-alat tulis yang digunakan.

1.6       Kerangka Pemikiran
            Kerangka pemikiran merupakan uraian tentang jalan pikiran logis dalam pemecahan masalah pada modul antropometri. Kerangka pemikiran menguraikan pola pikir dengan teori-teori yang ada dalam bentuk bagan. Berikut ini adalah bagan kerangka pemikiran pada modul antropometri.


Gambar 1.1 Bagan Kerangka Pemikiran

Friday, October 10, 2014

Filsafat dan Ilmu Pengetahuan

            Filsafat dan ilmu pengetahuan memiliki keterkaitan satu sama lainnya, tetapi keduanya memiliki makna yang berbeda. Imu pengetahuan pun dapat diuraikan menjadi dua kata yaitu ilmu dan pengetahuan, dimana keduanya memiliki makna yang berbeda pula. Pertama-tama perlu diketahui pengertian dari filsafat. Filsafat berasal dari bahasa yunani, yaitu philosophia atau philosophos.  Philos atau philein artinya teman atau cinta dan shopia atau shopos artinya kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Dengan demikian, dapat disimpulkan pengertian dari filsafat yaitu mencintai hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan yang berupa sebuah kebijaksanaan atau hikmah.
Filsafat juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan berfikir untuk mencari solusi hakiki dari sebuah permasalahan sehingga diketahui kebenaran atau hakikat sesungguhnya dari permasalahan itu sendiri. Filsafat dapat membuat manusia menjadi lebih jernih dan bijaksana dalam berfikir, bersikap, dan mengambil kesimpulan. Tetapi filsafat juga dapat membuat manusia memandang suatu permasalahan berdasarkan hasil fikirannya sendiri dan sesungguhnya belum diketahui kebenarannya. Hal tersebut dapat menyebabkan kesesatan dari manusia itu sendiri jika memandang suatu permasalahan tanpa terbukti suatu kebenarannya.
            Berfilsafat memilki kesamaan dengan berfikir. Terdapat ciri-ciri berfikir dalam berfilsafat, yaitu:
1.      Radikal, yaitu berfikir sampai ke akar permasalahannya.
2.      Sistematik, yaitu berfikir yang logis, sesuai aturan, langkah demi langkah, berurutan, penuh kesadaran, dan penuh tanggung jawab.
3.      Universal, yaitu berfikir secara menyeluruh, tidak terbatas pada bagian tertentu tetapi mencakup seluruh aspek.
4.      Spekulatif, yaitu berfikir spekulatif terhadap kebenaran yang perlu pengujian untuk memberikan bukti kebenaran yang difikirkannya.
              Filsafat juga memiliki cabang-cabang dalam berbagai aspek yang menjadi objek untuk difikirkan. Cabang-cabang tersebut antara lain, logika (hal yang benar dan salah), etika (hal yang baik dan buruk), estetika (hal yang indah dan jelek), metafisika (hakekat keberadaan zat, pikiran, dan kaitannya), politik (organisasi pemerintahan yang ideal), dan lain sebagainya.
             Setelah memahami filsafat, saatnya beralih ke ilmu pengetahuan. Ilmu merupakan proses menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Ilmu akan menghasilkan rumusan-rumusan yang pasti dengan perolehan ruang lingkup yang terbatas atau khusus. Menurut kamus besar bahasa indonesia, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang tersusun bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang tersebut. Ilmu bersifat pasteriori, yaitu kesimpulan ditarik setelah melakukan pengujian berulang. Perbedaannya dengan filsafat yaitu, filsafat bersifat priori, dimana kesimpulan ditarik tanpa pengujian melainkan melalui pemikiran dan perenungan.
          Pengetahuan merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk mengetahui sesuatu melalui pengamatan, pengalaman, dan aktivitas lainnya yang dilakukan secara sadar. Terjadinya pengetahuan disebabkan oleh pengalaman indra (sense experience), nalar (reason), otoritas (authority), intuisi (intuition), wahyu (revelation), dan keyakinan (faith). Pengetahuan juga dapat didefinisikan sebagai kepercayaan yang benar, kalau tidak benar maka bukan merupakan suatu pengetahuan melainkan suatu kekeliruan atau kontradiksi. Berdasarkan hal-hal yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat diketahui definisi dari ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah sebuah definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat sesuatu. Ilmu pengetahuan berbentuk teori dan hukum. Terdapat ciri-ciri pokok dari ilmu pengetahuan, yaitu:
1.      Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan.
2.   Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan. pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur.
3.     Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
4.   Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok soalnya kedala bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu.
5.      Verifikatif, dapat diperiksa kebenaranya oleh siapapun juga.
            Hubungan dari filsafat dan ilmu pengetahuan dituangkan dalam filsafat ilmu. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikan ilmu (pengetahuan ilmiah). Berikut ini adalah gambar bidang-bidang kajian filsafat.
            Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori. Tetapi teori itu sendiri bersifat abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses mulai dari persepsi sehari-hari/bahasa sehari-hari, observasi/konsep ilmiah, hipotesis, hukum, dan puncaknya adalah teori. Cara kerja ilmu pengetahuan ilmiah untuk mendapatkan kebenaran oleh Karl Popper disebut siklus empiris, yang dapat digambarkan sebagai berikut.
Sumber:

Friday, June 27, 2014

Undang-Undang Perindustrian

Standardisasi Industri
Pembahasan mengenai UU No. 3 Tahun 2014 tentang perindustrian di bawah ini yaitu mengenai bab 7 yang menjelaskan “Standardisasi Industri”. Berikut ini adalah pasal-pasal yang terkait, yaitu pasal 50 sampai dengan pasal 61.

Pasal 50
(1) Menteri melakukan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan Standardisasi Industri.
(2) Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara.
(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 51
(1) Penerapan SNI oleh Perusahaan Industri bersifat sukarela.
(2) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah menerapkan SNI dapat membubuhkan tanda SNI pada barang dan/atau Jasa Industri.
(3) Terhadap barang dan/atau Jasa Industri yang telah dibubuhi tanda SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Industri harus tetap memenuhi persyaratan SNI.

Pasal 52
(1) Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib.
(2) Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a.    keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan;
b.    pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c.     persaingan usaha yang sehat;
d.    peningkatan daya saing; dan/atau
e.    peningkatan efisiensi dan kinerja Industri.
(4) Pemberlakuan SNI secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan SNI yang telah ditetapkan.
(5) Pemberlakuan spesifikasi teknis secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan sebagian parameter SNI yang telah ditetapkan dan/atau standar internasional.
(6) Pemberlakuan pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan tata cara produksi yang baik.
(7) Setiap barang dan/atau Jasa Industri yang telah memenuhi:
a.    SNI yang diberlakukan secara wajib, wajib dibubuhi tanda SNI;
b.    SNI dan spesifikasi teknis dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, wajib dibubuhi tanda kesesuaian; atau
c.     spesifikasi teknis dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, wajib dibubuhi tanda kesesuaian.

Pasal 53
(1) Setiap Orang dilarang:
a. membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara; atau
b.  memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.
(2) Menteri dapat menetapkan pengecualian atas SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk impor barang tertentu.

Pasal 54
Setiap barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, pelaku usaha atau pemilik barang dan/atau Jasa Industri wajib menarik barang dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri.

Pasal 55
Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait menarik setiap barang yang beredar dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b.

Pasal 56
Kewajiban mematuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 oleh importir
dilakukan pada saat menyelesaikan kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Pasal 57
(1) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dilakukan melalui penilaian kesesuaian.
(2) Penilaian kesesuaian SNI yang diterapkan secara sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi.
(3) Penilaian kesesuaian SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri.
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Menteri.

Pasal 58
Untuk kelancaran pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib, Menteri:
a.    menyediakan, meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana laboratorium pengujian standar Industri di wilayah pusat pertumbuhan Industri; dan
b.    memberikan fasilitas bagi Industri kecil dan Industri menengah.

Pasal 59
Menteri mengawasi pelaksanaan seluruh rangkaian penerapan SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) dan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

Pasal 60
(1) Setiap Orang yang membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a dikenai sanksi administratif.
(2) Pelaku usaha atau pemilik barang dan/atau Jasa Industri yang tidak menarik barang dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dikenai sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
a.    peringatan tertulis;
b.    denda administratif;
c.     penutupan sementara;
d.    pembekuan izin usaha Industri; dan/atau
e.    pencabutan izin usaha Industri.

Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai Standardisasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 serta tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penerapan Standardisasi Industri di Indonesia

Badan Standardisasi Nasional (BSN) menargetkan 50 persen industri di Indonesia akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) hingga 2015 nanti. Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat telah menunjuk Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) sebagai pelaksana dan pengawas pemberlakuan SNI atas 58 produk industri. Penunjukan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 109 Tahun 2010 tentang penunjukkan LPK dalam pemberlakuan dan pengawasan SNI atas 58 produk industri secara wajib. Menurut Hidayat, kebijakan tersebut untuk menjamin keefektifan pelaksanaan penerapan SNI wajib. Penerapan SNI merupakan bagian dari upaya perlindungan konsumen dan penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat. Harapan dari penetapan aturan tentang penunjukan LPK dalam pengawasan pemberlakuan SNI wajib dapat memberikan kepastian hukum dan kelancaran dalam penerapan SNI sehingga target kebijakan tersebut bisa dicapai.
Melalui Permenprin ditunjuk pula sebanyak 20 Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) dan 35 laboratorium uji untuk penerapan SNI wajib. Lembaga sertifikasi produk yang ditunjuk, antara lain Pustan dan Sucofindo, sementara laboratorium ujinya antara lain Laboratorium Uji Balai Besar Industri Agro serta Balai Pengujian Mutu dan Barang Ekspor Impor. Ditambahkan, lembaga-lembaga yang penunjukannya dilakukan melalui proses evaluasi oleh tim penilai tersebut selanjutnya akan menjalankan tugas dalam penerbitan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI wajib untuk produk-produk industri makanan, minuman, kimia dasar, kimia hilir, logam, tekstil dan aneka, permesinan, dan elektronika.
Sebelumnya, Wakil Ketua MASTAN, Syamsir Abduh mengatakan dari 8.000 standar yang ditetapkan, saat ini baru 20 persen SNI diterapkan di Indonesia. "Tingkat kesadaran perusahaan memang masih rendah untuk menerapkan SNI. Maklum, karena SNI prinsipnya sukarela bagi perusahaan untuk mendaftarkan produknya ke kami," jelasnya. Oleh karena itu, lanjutnya, BSN akan mengubah paradigma para pengusaha agar mau meningkatkan kesadarannya akan SNI karena pada dasarnya SNI mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di dunia internasional.
Pengurus BSN di tiap wilayah akan menyosialisasikan pentingnya SNI di setiap perusahaan di daerah masing-masing. Peningkatan Kualitas Menanggapi kebijakan Menteri Perindustrian, Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengerjaan Mesin dan Logam Indonesia (Gamma) Ahmad Safiun mengatakan penerapan SNI wajib harus diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas aparat di bidang tersebut.
Penerapan SNI wajib ini bukan berarti masalah selesai. Lebih lanjut, implementasi sejumlah SNI wajib sejak beberapa tahun terakhir belum mampu membendung serbuan produk nonstandar karena masih ada masalah pemalsuan merek, label, dan produk. Wakil Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Mohamad Amien mengatakan dengan diterapkannya SNI tahun ini, diproyeksikan penjualan kaca lembaran akan naik 5 persen sampai 6 persen dibandingkan dengan pencapaian pada 2009. "Penerapan SNI wajib kaca lembaran membantu industri mempertahankan kinerja penjualan," kata Amien.
    Tanggapan mengenai penerapan standardisasi industri di Indonesia yaitu tingkat kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia masih rendah untuk menerapkan SNI karena SNI prinsipnya sukarela bagi perusahaan untuk mendaftarkan produknya. Seharusnya penerapan SNI diberlakukan secara wajib, sehingga produk-produk di Indonesia memiliki kualitas yang tinggi dan tidak kalah dengan produk-produk yang dihasilkan di luar negara. Jumlah aparat pengawas yang mampu mengawasi peredaran jutaan produk di pasar lokal juga seharusnya ditingkatkan dan diperjelas fungsi secara teknisnya. Selain itu, peranan pemerintah dalam menanggapi peredaran produk yang masih tidak memenuhi standar dan ilegal seharusnya lebih tegas, salah satunya adalah dengan cara menarik produk tersebut dari pasar-pasar lokal.

Sumber:

Wednesday, June 25, 2014

Kasus Pelanggaran Terhadap Sertifikasi ISO 14001 Oleh Pertambangan Freeport

Pendahuluan
Selama puluhan tahun, Indonesia terjebak dalam sistem pertambangan kapitalis dan mengabaikan amanat konstitusi. Bangsa ini belum meraih kebebasan dalam mengelola sumberdaya alam yang dimilikinya. Melalui kebijakan-kebijakan yang ada, Indonesia telah lepas kendali dalam pengelolaan sumberdaya pertambangan yang dimilikinya. Sebenarnya, negara kita adalah pemilik sumberdaya alam yang sangat kaya. Namun pada saat mengelolanya negara telah dirugikan oleh korporasi-korporasi swasta dan asing yang dengan leluasa melakukan eksploitasi. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menguasai, mengeksploitasi dan menguras sumberdaya tersebut dengan target produksi sebanyak-banyaknya dalam waktu secepat-cepatnya.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru mendukung penguasaan sumberdaya oleh asing. Misalnya UU No.25 Tahun 2007 tentang penanaman modal serta Peraturan Presiden No.76 dan 77 Tahun 2007, yang seolah member jalan mulus bagi korporasi-korporasi asing untuk menguasai perekonomian Indonesia, termasuk penguasaan sumberdaya pertambangan. Selain itu juga, seperti pada kasus penambangan di hutan lindung yang semula dilarang, seperti tercantum dalam UU No.41 Tahun 1999, namun oleh pemerintah dibolehkan kembali dengan menerbitkan Perppu No.1 Tahun 2004. Amanat konstitutsi pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dengan kata lain, pemanfaatan kekayaan alam Negara harus diperuntukkan dan tidak boleh merugikan rakyat. Termasuk juga didalamnya pengelolaan sumberdaya minyak dan gas bumi (migas), pertambangan mineral dan batu bara (minerba) sarta pengelolaan sumberdaya air.

PT Freeport Indonesia
Freeport McMoRan Copper and Gold pada awalnya merupakan sebuah perusahaan kecil yang berasal dari Amerika Serikat yang memiliki nama Freeport Sulphur. Freeport McMoRan didirikan pada tahun 1981 melalui merger antara Freeport Sulphur, yang mendirikan PT Freeport Indonesia dan McMoRan Oil and Gas Company. Perusahaan minyak ini didirikan oleh Jim Bob Moffet yang menjadi CEO Feeport McMoRan. Sejak menemukan deposit emas terbesar dan tembaga terbesar nomor tiga di dunia yang terletak di Papua Barat, perusahaan ini berubah menjadi penambang emas raksasa skala dunia. Total asset yang dimiliki oleh Freeport hingga akhir tahun 2005 mencapai 3.3 miliar US dollar.
Aktivitas pertambangan Freeport di Papua yang dimulai sejak tahun 1967 hingga saat ini talah berlangsung selama 42 tahun. Selama ini, kegiatan bisnis dan ekonomi Freeport di Papua, telah mencetak keuntungan finansial yang sangat besar bagi perusahaan asing tersebut, namun belum memberikan manfaat optimal bagi negara, Papua dan masyarakat lokal disekitar wilayah pertambangan.
Penandatanganan Kontrak Karya (KK) I pertambangan antara pemerintah Indonesia dengan Freeport pada 1967, menjadi landasan bagi perusahaan ini mulai melakukan aktivitas pertambangan. Tak hanya itu, KK I ini juga menjadi dasar penyusunan UU Pertambangan No.11 Tahun 1967 yang disahkan pada Desember 1967 atau delapan bulan berselang setelah penandatanganan KK I. Pada Maret 1973, Freeport memulai pertambangan terbuka di Etsberg, kawasan yang selesai ditambang pada tahun 1980-an dan menyisakan lubang sedalam 360 meter.
Pada tahun 1988, Freeport mulai mengeruk cadangan raksasa lainnya, Grasberg, yang masih berlangsung hingga saat ini. Dari eksploitasi kedua wilayah ini, sekitar 7,3 juta ton tembaga dan 724.7 juta ton emas telah dikeruk. Pada Juli 2005, lubang tambang Grasberg telah mencapai diameter 2,4 kilometer pada daerah seluas 499 hektar dengan kedalaman 800 m2.
Aktivitas Freeport yang berlangsung dalam kurun waktu lama ini telah menimbulkan berbagai masalah, terutama dalam hal penerimaan negara yang tidak optimal, peran negara/ BUMN dan BUMD untuk ikut mengelola tambang yang sangat minim dan dampak lingkungan yang sangat signifikan, berupa rusaknya bentang alam pegunungan Grasberg dan Ertsberg. Kerusakan lingkungan telah mengubah bentang alam seluas 166 km2 di daerah aliran sungai Ajkwa.

Pelanggaran Terhadap Sertifikasi ISO 14001
Indonesia melalui produksi Freeport tercatat sebagai sepuluh produsen tembaga terbesar di dunia. Produksi tembaga Indonesia menunjukan peningkatan, misalnya dari 928.2000 ton pada tahun 1993 hingga 1,06 juta ton pada tahun 1994 dan 1,52 juta ton pada tahun 1995. Proyeksi harga komoditas tembaga oleh Bank Dunia menunjukan kecenderungan untuk terus naik. Sementara itu, negara-negara produsen lainnya seperti Amerika dan Canada telah mencapai titik maksimum produksi.
Permintaan akan bahan tambang di pasar dunia di masa mendatang tampaknya akan terus meningkat. Permintaan tembaga, misalnya, terus naik bersamaan dengan meningkatnya perekonomian negara-negara di dunia. Hal ini dibarengi dengan peningkatan sektor industri, terutama industri yang berkaitan dengan sektor telekomunikasi dan listrik. Dengan permintaan dunia yang terus meningkat dapat diartikan bahwa ke depan Freeport memiliki peluang besar untuk memperoleh keuntungan yang berlipat. Sampai saat ini produksi ketiga jenis barang tambang di Indonesia didominasi oleh Freeport. Produksi tembaga Freeport meningkat sangat tinggi, misalnya pada tahun 1991 sebesar 50% dan tahun 1995 sebesar 42%. Hal ini dapat terpenuhi karena semakin besarnya wilayah eksploitasi yang diberikan pemerintah. Saat ini produksi tembaga Indonesia 100% dihasilkan oleh PT Freeport.
Wilayah penambangan PT Freeport saat ini mencakup wilayah seluas 2,6 juta hektar atau sama dengan 6,2% dari luas Irian Jaya. Padahal, awal beroperasinya PT FI hanya mendapatkan wilayah konsesi seluas 10.908 hektar. Secara garis besar, wilayah penambangan yang luas itu dapat dianggap dieksploitasi pada 2 periode, yaitu periode Ertsberg (1967-1988) dan periode Grasberg (1988-sekarang). Potensi bijih logam yang dikelola Freeport awalnya hanya 32 juta ton, sedangkan sampai tahun 1995 naik menjadi hampir 2 miliar ton atau meningkat lebih dari 58 kali lipat. Data tahun 2005 mengungkap, potensi Grasberg sekitar 2,822 juta ton metrik bijih.
Freeport selalu mengklaim berkomitmen terhadap pengelolaan lingkungan hidup yang kuat. Meskipun telah memiliki pengakuan ISO 14001 dan mengklaim memiliki program komprehensif dalam memantau air asam tambang, Freeport terbukti tidak memiliki pertanggung jawaban lingkungan. Perusahaan ini beroperasi tanpa transparansi dan tidak memenuhi peraturan lingkungan yang ada. Terlepas dari keharusan untuk menyediakan akses publik terhadap informasi terkait lingkungan, Freeport belum pernah mengumumkan dokumen-dokumen pentingnya, termasuk Studi Penilaian Resiko Lingkungan (Environmental Risk Assessment). Freeport juga tidak pernah mengumumkan laporan audit eksternal independen tiga tahunan sejak 1999, seperti yang disyaratkan Amdal. Dengan demikian perusahaan melanggar persyaratan izin lingkungan.

Dampak yang dihasilkan secara kasat mata akibat limbah Freeport tidak kalah menakjubkan. Produksi tailing yang mencapai 220 ribu ton per hari dalam waktu 10 tahun terakhir menghasilkan kerusakan wilayah produktif berupa hutan, sungai, dan lahan basah (wetland) seluas 120 ribu hektar, Freeport masih akan beroperasi hingga tahun 2041. Jika tingkat produksinya tetap, maka akan mencapai 225.000 hingga 300.000 ton bijih per hari. Selain itu, Freeport juga tidak mampu mengolah limbahnya baik limbah batuan (Waste Rock), tailing hingga air asam tambang (Acid Mine Drainage).
Hingga tahun 2005, setidaknya sekitar 2,5 milyar ton limbah batuan Freeport dibuang ke alam. Hal ini mengakibatkan turunnya daya dukung lingkungan sekitar pertambangan, terbukti longsor berulang kali terjadi dikawasan tersebut. Bahkan salah satu anggota Panja DPR RI untuk kasus Freeport menemukan fakta bahwa kecelakaan longsor akibat limbah batuan terjadi rutin setiap tiga tahunan. Batuan limbah ini telah menimbun danau Wanagon. Sejumlah danau berwarna merah muda, merah dan jingga dikawasan hulu telah hilang, padang rumput Cartstenz juga didominasi oleh gundukan limbah batuan lainnya yang pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai ketinggian 270 meter dan menutupi daerah seluas 1,35 km2. Erosi limbah batuan telah mencemari perairan di gunung dan gundukan limbah batuan yang tidak stabil telah menyebakan sejumlah kecelakaan.
Ada dua hal yang membuat tailing Freeport sangat berbahaya. Pertama, karena jumlahnya yang sangat massif dan dibuang begitu saja ke lingkungan. Kedua, kandungan bahan beracun dan berbahaya yang terdapat dalam tailing. Freeport mengklaim bahwa tailingnya tidak beracun karena hanya menggunakan proses pemisahan logam emas dan tembaga secara fisik. Freeport menyebutnya sebagai proses pengapungan (floatasi), tanpa menggunakan sianida dan merkuri. Hal yang sama juga dipakai oleh Newmont untuk tambang emasnya di Batu Hijau Sumbawa, NTB. Faktanya, laporan Freeport menyebutkan mereka menggunakan sejumlah bahan kimia dalam proses pemisahan logam yang bahkan resiko peracunannya tidak banyak diketahui, bahkan oleh Freeport sendiri. Disamping itu, didalam tailing Freeport masih terdapat kandungan tembaga yang masih tinggi dan sangat beracun bagi kehidupan aquatic. Uji tingkat racun (toxicity) dan potensi peresapan biologis (bioavailability) oleh Freeport di daerah yang terkena dampak operasi tambang membuktikan bahwa sebagian besar tembaga terlarut dalam air sungai terserap oleh tubuh makhluk hidup dan ditemukan kandungannya pada tingkat beracun. Tembaga terlarut pada kisaran konsentrasi yang ditemukan di sungai Ajkwa bagian bawah mencapai tingkat racun kronis bagi 30% hingga 75% organism air tawar. Tak hanya berbahaya karena kandungan logam beratnya, jumlah tailing Freeport yang sangat masif juga memiliki bahaya yang sama. Hingga tahun 2005 tidak kurang dari 1 milyar ton tailing beracun dibuang Freeport ke sungai Aghawagon-Otomona-Ajkwa. Padahal cara pembuangan tailing kesungai atau riverine tailing disposal seperti ini telah dilarang disebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia.
Batuan tambang Freeport mengandung logam sulfide (metal sulfides). Dimana ketika digali, dihancurkan dan terkena udara dan air akan menjadi tidak stabil sehingga menghasilkan masalah lingkungan serius. Masalah ini dikenal sebagai air asam tambang (Acid Mine Drainage). Yang berbahaya karena memiliki tingkat keasaman sangat tinggi (pH rendah). Limbah batuan tambang Grasberg yang terakumulasi berpotensi membentuk asam. Limbah batuan ini dibuang ke lingkungan sekitar Grasberg dan menghasilkan AMD dengan tingkat keasaman tinggi hingga rata-rata pH=3. Kandungan tembaga pada batuan rata-rata 4.500 gram per ton dan eksperimen menunjukkan bahwa sekitar 80% tembaga ini akan tebuang (leach) dalam beberapa tahun. Bukti menunjukkan pencemaran AMD dengan tingkat kandungan tembaga sekitar 800 miligram per liter telah meresap ke air tanah di pegunungan. Resiko pencemaran AMD juga terjadi di dataran rendah di daerah penumpukan tailing. Hal ini terjadi karena Freeport menetapkan rasio yang sangat rendah dalam penetralan asam (kapur) dibanding potensi maksimum keasaman hanya (1,3 : 1), bahkan lebih rendah dibanding praktek terbaik industri tambang yang ada. Partikel sulfida yang menghasilkan asam cenderung mengendap terpisah dari partikel kapur yang lebih ringan yang bertugas menetralisir asam.
Sebagian besar kehidupan air tawar sepanjang daerah aliran sungai yang dimasuki tailing telah hancur akibat pencemaran dan perusakan habitat. Freeport telah melanggar PP No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dalam pasal 11 disebutkan bahwa pencemaran air adalah memasukkan atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Analisis Terhadap Permasalahan
PT. Freeport Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap sertifikasi ISO 14001, peraturan pemerintah, maupun terhadap undang-undang negara. Pemerintah yang tidak mampu menindak tegas perusahaan tersebut merupakan tanda dari lemahnya hukum di Indonesia. Pemerintah juga tidak memperdulikan sistem pertambangan kapitalis dan mengabaikan amanat konstitusi. Pemerintah menganggap emas hanya sebatas komoditas devisa yang kebetulan berada di tanah Papua dan tidak mau melihat akibat dari pertambangan tersebut terhadap lingkungan sekitar. Tidak terlihat pula pengontrolan pertambangan dari tahun ke tahun, karena tidak ada perbaikan berkelanjutan terhadap manajemen lingkungan oleh perusahaan tersebut. Kementrian Lingkungan Hidup bahkan sudah menemukan sejumlah bukti pelanggaran ketentuan hukum lingkungan sejak tahun 1997 hingga 2006.
Seharusnya pemerintah melakukan berbagai tindakan sebagai bentuk kepedulian terhadap negaranya itu sendiri. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan antara lain, melakukan evaluasi dan penilaian secara berkala terhadap seluruh aspek pertambangan Freeport terutama aspek pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, melakukan perubahan Kontrak Karya Freeport yang lebih menguntungkan bagi negara, serta memfasilitasi demi pelaksanaan tanggung jawab terhadap pemeliharaan negara guna mengedepankan pembangunan yang berkelanjutan. Perusahaan juga wajib melakukan berbagai tindakan perbaikan, yaitu diperuntukkan bagi manajemen puncak maupun setiap pekerja. Salah satunya dengan melaksanakan kewajiban unit kerja, dimulai dari mengidentifikasi kegiatan yang langsung berpengaruh terhadap lingkungan, sampai ke tahap penanganannya. Diperlukan dokumentasi sistem manajemen lingkungan agar pola kegiatan yang dilakukan lebih detail sesuai dengan prosedur dan dilakukan pula kajian manajemen agar hasil nyata penerapan sistem dapat terlihat dengan jelas.


Sumber kasus: