Monday, August 28, 2017

Sirah Nabawiyah


Bisimillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah subhanahuwataala. Salam dan shalawat bagi junjungan kita, Rasulullah shalallahualaihiwassalam beserta keluarga dan para sahabat beliau yang setia.

Kali ini penulis ingin menuliskan beberapa hal penting dari buku berjudul Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri, dimana catatan ini bisa dijadikan pengingat bersama kisah-kisah terdahulu, yang mana terlukiskan banyak pembelajaran berharga bagi kehidupan.

Beliau menjadi sumber sejarah dalam kehidupan manusia yang menunjukkan tatanan pemikiran dan perilaku yang mempesona, lurus, memegang prinsip kebenaran, dan dapat diaplikasikan di segala zaman. Terdapat kutipan penting pada buku yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar ini, yaitu siapa pun yang membaca sirah beliau, mengenal sifat-sifat beliau, maka bisa mengetahui bahwa dunia ini butuh beliau, dan dunia tidak akan sanggup mewujudkan cita-cita keberadaannya kecuali mengambil dan mencontoh sirah beliau. Dengan begitu, setiap jiwa manusia mengetahui tujuan eksistensinya dan mau berbuat untuk merealisasikannya.

Perkataan beliau mengandung makna yang sampai pada hakikatnya, karena keluar dari bibir yang di belakangnya ada pikiran, yang di belakangnya lagi ada hati, yang di belakangnya ada iman, dan yang di belakangnya ada Allah. Itulah perkataan yang tiada tercecer dan tiada mubadzir, tidak ada pertentangan dan penyimpangan, karena semuanya mengandung faidah dan sesuai dengan fitrah kita.

Allah menunjuki manusia agar mencintai dan meneladani beliau:
“Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.”” (Ali Imran: 31)

Sirah Nabawiyah adalah ungkapan tentang risalah yang dibawa Rasulullah kepada manusia. Penting sekali untuk mempelajari hal ini, karena tak kenal maka tak sayang. Jika kita tidak mengenal beliau dan memahami perjuangan beliau, bagaimana kita bisa mengaku mencintai dan meneladani beliau.

Kaum-kaum Bangsa Arab

Baik, hal pertama yang akan dibahas adalah kaum-kaum Bangsa Arab. Pernah kah kita bertanya, mengapa Rasulullah diutus di Jazirah Arab? Jawabannya adalah ternyata Bangsa Arab memiliki akhlak-akhlak yang berharga yang akan sangat mendukung penyebaran Islam, antara lain kedermawanan, memenuhi janji, kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan dan kezhaliman, pantang mundur, kelemahlembutan dan suka menolong orang lain, serta kesederhanaan. Sekalipun ada yang menjurus kepada kejahatan dan terdapat hal-hal buruk yang dilakukan oleh Bangsa Arab, pada dasarnya ini merupakan akhlak yang berharga, apalagi jika mendapat sentuhan perbaikan. Selain itu, letak geografis Jazirah Arab yang menjadi sandaran bagi yang berlayar dari setiap benua karena dihubungkan oleh laut setiap benua. Jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar-menukar perniagaan, peradaban, agama, dan seni.

Lalu muncul pertanyaan mengapa Rasulullah muncul dari suku Quraisy? Berikut sabda Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari anak Ibrahim, memilih Kinanah dari anak Ismail, memilih Quraisy dari Bani Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim.” (HR. Muslim dan At-Tirmidzi)
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, lalu menjadikanku dari sebaik-baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan, kemudian memilih beberapa kabilah, lalu menjadikanku dari sebaik-baik kabilah, kemudian memilih beberapa keluarga lalu menjadikanku dari sebaik-baik keluarga mereka, maka aku adalah sebaik-baik diri dan sebaik-baik keluarga di antara mereka.” (HR. At-Tarmidzi)

Jadi Rasulullah muncul dari sebaik-baik keluarga dari suku Quraisy, keluarga yang paling terhormat dan memiliki keutamaan. Sehingga dapat diketahui Allah menetapkan nasab beliau sebagai sebaik-baik nasab dan Allah telah melimpahkan barakah pada keluarga beliau.

Agama Bangsa Arab

Sebelum Rasulullah diutus untuk menyebarkan Islam di Jazirah Arab, Bangsa Arab sudah memiliki agama, yaitu agama Ibrahim alaihissalam yang mengajarkan untuk menyembah kepada Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya. Waktu bergulir sekian lama, hingga banyak di antara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu, masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim.

Permulaan munculnya berhala dapat dilihat dari kisah berikut. Pemimpin Bani Khuza’ah yang bernama Amr bin Luhay yang tinggal di Makkah melakukan perjalanan ke Syam. Dia melihat penduduk Syam menyembah berhala dan menganggapnya sebagai sesuatu yang benar dan perlu diikuti karena Syam dahulunya adalah tempat para rasul. Kemudian dia pulang ke Makkah dengan membawa Hubal (berhala) dan meletakkannya di dalam Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Makkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Mereka mengganggap diri mereka tetap berada pada agama Ibrahim, sehingga hal ini merupakan penyimpangan besar yang mereka tidak akui. Orang-orang Arab pada kala itu memiliki keyakinan bahwa berhala-berhala tersebut dapat mendekatkan mereka kepada Allah. Hal ini dinyatakan dalam Al-Quran:
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.”” (Yunus: 18)

Selain itu, banyak sekali penyimpangan yang dilakukan oleh orang-orang Arab, yang justru keadaannya jauh sekali dari perintah dan larangan pada agama Ibrahim, seperti mengundi nasib dengan anak panah, perjudian dan undian, meramal nasib, dan lain-lain. Sekalipun masyarakat Arab Jahiliyah seperti itu, masih ada sisa-sisa dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan tehadap Ka’bah, thawaf di sekelilingnya, haji, umrah, wuquf di Arafah dan Muzdalifah walaupun ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya. Begitulah agama mayoritas Bangsa Arab, namun sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’ah yang masuk ke dalam masyarakat Arab.

Kelahiran Rasulullah

Rasulullah dilahirkan oleh Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah pada Senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 April 571 M. Tradisi di kalangan Bangsa Arab yang relatif sudah maju yaitu mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anaknya. Wanita yang menyusui Rasulullah dari Bani Sa’d bin Bakr yaitu Halimah binti Abu Dzu’aib. Halimah bisa merasakan barakah yang dibawa beliau, berikut kisahnya.

Suatu kali dia pergi bersama suaminya dan anaknya yang masih kecil ke Makkah untuk mencari anak yang bisa disusui. Karena Rasulullah adalah anak yatim, maka wanita-wanita lain tidak ada yang mau menyusui beliau, dimana mereka mengharapkan imbalan dari bapak bayi. Abdullah, bapak Rasulullah meninggal dunia di Madinah sebelum beliau dilahirkan. Namun akhirnya Halimah membawa Rasulullah untuk disusui. Pada saat itu sedang terjadi masa paceklik, dengan dibawanya Rasulullah, maka Halimah dapat merasakan barakah. Air susunya pun menjadi melimpah, onta miliknya yang kelaparan dan tidak lagi mengeluarkan air susu, tiba-tiba air susunya menjadi penuh, sehingga Halimah dan suaminya dapat meminum susu onta tersebut hingga kenyang. Dan masih banyak barakah lain yang dirasakan oleh mereka.

Setelah beliau berumur 4 atau 5 tahun, beliau dikembalikan oleh Halimah kepada ibunya beliau, Aminah. Terdapat lagi kisah menakjubkan pada suatu musim paceklik di Makkah, beliau bersama pamannya yaitu Abu Thalib keluar dan pergi ke Ka’bah. Seolah-olah wajah beliau adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang berjalan pelan-pelan. Tiba-tiba saja mendung datang dari segala penjuru, lalu menurunkan hujan yang sangat deras.

Kehidupan Rasulullah sebelum Nubuwah

Pada awal masa remaja, beliau biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah. Pada usia 25 tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang-barang dagangan milik Khadijah. Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran, kredibilitas dan kemuliaan akhlak beliau, sehingga beliau ditawarkan untuk berdagang ke Syam. Setibanya di Makkah, Khadijah mengetahui keuntungan yang melimpah dari hasil dagang beliau. Pembantunya yang bernama Maisarah menceritakan mengenai sifat-sifat beliau yang mulia yang dilihatnya kepada Khadijah, kemudian Khadijah menemui rekannya, Nafisah binti Munyah agar menemui beliau dan membuka jalan agar mau menikah dengan Khadijah. Khadijah sendiri adalah wanita yang paling terpandang, cantik, pandai, kaya, dan berusia 40 tahun. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain sampai Khadijah meninggal dunia. Putra-putri beliau dan Khadijah yaitu Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah.

Rasulullah menjadi sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, dan ketepatan dalam mengambil keputusan. Beliau lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran dan menggali kebenaran. Beliau merasa risih dengan khufarat dan menghindarinya. Beliau tidak mau minum khamr, tidak mau makan daging hewan yang disembelih untuk berhala, tidak mau menghadiri upacara atau pertemuan untuk menyembah patung-patung. Jika ada kecenderungan jiwa yang tiba-tiba menggelitik untuk mencicipi sebagian kesenangan dunia, maka pertolongan Allah masuk sebagai pembatas beliau dan kesenangan tersebut. Pernah suatu ketika, saat Ka’bah sedang direnovasi beliau mengangkat jubahnya hingga ke atas lutut, namun karena itu beliau jatuh terjerembab ke tanah. Setelah itu, tidak pernah terlihat beliau menampakkan auratnya.

Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus akhlaknya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga mereka menjulukinya Al-Amin, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai orang lain.

Datangnya Wahyu

Selagi usia Rasulullah hampir mencapai 40 tahun, sesuatu yang paling disukai beliau adalah mengasingkan diri. Dengan membawa roti dan air, beliau pergi ke Gua Hira di Jabal Nur, yang jaraknya kira-kira 2 mil dari Makkah. Ruh manusia mana pun yang realitas kehidupannya akan disusupi suatu pengaruh dan dibawa ke arah lain, maka ruh itu harus dibuat kosong, diasingkan beberapa saat, dan dipisahkan dari kehidupan duniawi. Pengasingan ini dijalankan selama 3 tahun oleh beliau, hingga datangnya Jibril pada saat beliau berusia 40 tahun sambil membawa ayat-ayat Al-Qur’an. Allah menurunkan surat Al-Alaq: 1-5, kemudian Al-Muddatstsir: 1-5, setelah itu wahyu datang secara berturut-turut.

Ibnul Qayyim menyebutkan tingkatan-tingkatan wahyu, yaitu:
1. Mimpi yang hakiki.
2. Apa yang disusupkan ke dalam jiwa dan hati beliau tanpa dilihatnya.
3. Malaikat muncul di hadapan Nabi dalam rupa seorang laki-laki.
4. Menyerupai bunyi gemerincing lonceng.
5. Malaikat dalam rupa aslinya.
6. Allah sampaikan di atas lapisan-lapisan langit pada malam Mi’raj.
7. Allah berfirman secara langsung tanpa perantara.

Beliau mendapatkan berbagai macam perintah dalam firman Allah:
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (Al-Muddatstsir: 1-7)

Pada hakikatnya ayat-ayat tersebut memiliki tujuan yang jauh, berpengaruh sangat kuat, dan nyata. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pemberian peringatan, agar siapapun yang menyalahi keridhaan Allah di dunia ini diberi peringatan tentang akibatnya yang pedih di kemudian hari. Serta sebagai perintah, dimana Allah memberikan urusan yang besar, tidak selayaknya jika tidur-tiduran dan bersantai-santai, bangunlah untuk berjihad dan berjuang.
2. Tujuan mengagungkan Rabb, tidak ada kebesaran yang ada selain kebesaran Allah.
3. Tujuan membersihkan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa, agar kebersihan lahir dan batin benar-benar tercapai, begitu pula agar dapat mencapai titik kesempurnaan jiwa yang terjaga dari segala noda.
4. Tujuan larangan mengharap yang lebih banyak dari apa yang diberikan, agar tidak perlu merasa bahwa suatu usaha yang dilakukannya adalah besar dan hebat, agar senantiasa dia lebih banyak berusaha dan berkorban, lalu melupakannya.
5. Allah memerintahkan agar bersabar menghadapi segala bentuk penentangan, gangguan, siksaan, ejekan, dan olok-olok. Modalnya adalah kekuatan dan ketabahan hati. Bukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi, tetapi karena keridhaan Allah semata.

Periode dan Tahapan Dakwah

Dua periode dakwah Rasulullah:
1. Periode Makkah, berjalan kira-kira selama 13 tahun.
2. Periode Madinah, berjalan selama 10 tahun penuh.

Periode Makkah dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi yang berjalan selama 3 tahun.
2. Tahapan dakwah secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang dimulai sejak tahun ke-4 dari nubuwah hingga akhir tahun ke-10.
3. Tahapan dakwah di luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai dari tahun ke-10 dari nubuwah hingga hijrah ke Madinah.

Sedangkan ada lagi periode Madinah yang akan dirinci pada bagian mendatang.

Tahapan pertama pada periode Makkah, Rasulullah menampakkan Islam mula-mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau, anggota keluarganya dan sahabat-sahabat karib beliau, yaitu mereka yang memang diketahui mencintai kebaikan dan kebenaran, mengenal kejujuran dan kelurusan beliau. Mereka dikenal dengan sebutan As-Sabiqunal-Awwalun (yang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam). Mereka adalah istri beliau, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, pembantu beliau, Zaid bin Haritsah, anak paman beliau, Ali bin Abu Thalib, dan sahabat karib beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Tahapan kedua dimulai setelah diturunkannya Asy-Syu’ara’: 214 yang berbunyi, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.” Pada tahapan ini banyak terjadi penolakan dan penghinaan terhadap ajaran Rasulullah, bahkan penyiksaan terhadap orang-orang yang masuk Islam. Abu Thalib, paman beliau menjadi pelindung beliau selama menyebarkan dakwah, walapun ia masih belum menerima ajaran beliau. Diantara orang-orang yang zhalim dan menolak ajaran beliau adalah Abdul Uzza bin Abdul Muththalib (Abu Lahab) dan istrinya Ummu Jamil binti Harb, Uqbah bin Abu Mu’ith, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khalaf, Ubay bin Khalaf, Al-Walid bin Utbah, Al-Akhnas bin Syariq Ats-Tsaqafi, dan Amr bin Hisyam (Abu Jahal). Langkah bijaksana yang diambil Rasulullah dalam menghadapi berbagai tekanan adalah beliau melarang orang-orang Muslim menampakkan keislamannya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Tetapi beliau tetap menampakkan dakwahnya dan ibadahnya di tengah orang-orang musyrik. Dalam kondisi yang sempit dan terjepit ini turun surah Al-Kahfi yang menunjukkan untuk hijrah dari pusat kekufuran dan permusuhan. Pada masa ini, orang-orang Quraisy berencana untuk membunuh Nabi. Tetapi Allah selalu melindungi beliau. Tatkala Abu Jahal ingin menimpukkan batu ke kepala beliau saat sedang sujud, ketika jaraknya sudah dekat tiba-tiba Abu Jahal mundur dengan muka pucat dan gemetar karena melihat seekor onta yang sedang mendekatinya dan hendak mencaploknya. Rasulullah bersabda, “Itulah Jibril. Andaikata dia mendekati lagi, tentu Jibril akan mengambil tindakan terhadap dirinya.” Pada masa ini paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muththalib dan salah seorang Quraisy dari Bani ‘Ad, yaitu Umar bin Al-Khaththab masuk Islam. Keduanya merupakan pahlawan yang gagah berani dan disegani oleh orang-orang Quraisy.

Masih pada tahapan kedua pada periode Makkah, terjadi pemboikotan terhadap bahan makanan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy, sehingga keadaan Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib benar-benar kelaparan dan mengenaskan. Sampai suatu ketika pemboikotan tersebut diakhiri dengan bantuan orang-orang Quraisy yang tidak menyetujuinya. Terjadi pula tahun berduka, dimana Abu Thalib meninggal dunia tetapi ia tidak sempat masuk Islam, padahal ia telah banyak membantu Rasulullah dalam menyebarkan Islam, sehingga Rasulullah memohonkan ampunan untuk pamannya tersebut. Maka turunlah ayat berikut:
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang menerima petunjuk.” (Al-Qashash: 6)

Kemudian Khadijah menyusul ke Rahmatullah pada usia 65 tahun. Karena penderitaan yang bertumpuk-tumpuk yang dialami beliau sepeninggal paman beliau dan istri beliau, maka tahun tersebut dinamakan “Amul-huzni” (tahun duka cita).

Beberapa hikmah yang dapat diambil dari perjalanan kisah dakwah Rasulullah beserta para sahabat adalah kesabaran, ketabahan, dan keteguhan hati yang dapat diperoleh dengan:
1. Iman kepada Allah, dimana orang-orang yang memiliki iman yang kuat, mereka melihat kesulitan di dunia seperti apapun beratnya dan banyaknya, hanya tergambarkan seperti riak-riak buih yang tidak bisa menjebol bendungan yang amat kokoh.
2. Sosok pemimpin yang bisa menyatukan hati manusia, dimana cinta yang tulus tercurah kepada beliau, mereka tidak ambil peduli sekalipun leher harus putus, tersiksa, ataupun tersakiti demi menjaga Rasulullah.
3. Rasa tanggung jawab, akibatnya jika mengindari tanggung jawab akan lebih besar daripada tekanan-tekanan yang diberikan oleh orang-orang Quraisy.
4. Iman kepada hari akhir, mereka tahu kenikmatan dan penderitaan di dunia tak mampu menyamai sebelah sayap nyamuk di akhirat. Maka hal ini membuat mereka mengabaikan penderitaan hidup dan kepahitannya.
5. Al-Qur’an yang membawa orang-orang Muslim berjalan di alam lain, membuat mereka tahu keindahan rububiyah, kesempurnaan uluhiyah, pengaruh rahmat dan keridhaan Allah.
6. Kabar gembira tentang datangnya keberhasilan, berdasarkan Ash-Shaffat: 171-177 yang berbunyi, “Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi Rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. Maka berpalinglah kamu (Muhammad) dari mereka sampai suatu masa. Dan, terangkanlah kepada mereka, maka kelak mereka akan melihat (adzab itu). Maka apakah mereka meminta supaya siksa Kami disegerakan? Maka apabila siksaan itu turun di halaman mereka, maka amat buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu.”

Di samping itu semua, Nabi senantiasa menyuapi ruh mereka dengan santapan-santapan iman, membersihkan jiwa mereka dengan pengajaran hikmah dan Al-Qur’an, mendidik mereka dengan pendidikan yang mendetil dan mendalam, membawa jiwa mereka ke tingkatan ruh yang tertinggi, kesucian hati, kebersihan akhlak, pembebasan dari kekuasaan materi, penentangan hawa nafsu, dan tunduk kepada Allah semata. Sehingga mereka semakin mantap berpegang teguh kepada agama, menjauhkan diri dari nafsu, mengharapkan surga, haus ilmu, menghisab diri sendiri, menundukkan kesenangan jiwa, mengikat diri dengan kesabaran, ketabahan dan ketenangan jiwa.

Tahapan ketiga yaitu dakwah Islam di luar Makkah. Pada tahun ke-10 dari nubuwah, Rasulullah pergi ke Tha’if. Beliau berada di tengah penduduk Tha’if selama 10 hari, tetapi yang ada hanyalah penolakan terhadap dakwah beliau. Sehingga beliau berduka karena tidak ada yang mau beriman. Rasulullah kemudian kembali ke Makkah untuk menawarkan Islam kepada berbagai kabilah dan individu. Orang-orang luar Makkah yang masuk Islam kebanyakan berasal dari Yastrib (Madinah). Sehingga sekembalinya orang-orang tersebut ke Madinah, mereka membawa dan menyebarkan risalah Islam disana. Peristiwa-peristiwa penting dalam tahapan ini yaitu:
1. Isra’ dan Mi’raj, dimana Rasulullah di-Isra’kan dengan jasadnya dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis dengan menaiki Buraq bersama Jibril. Kemudian dari Baitul Maqdis naik ke langit dunia sampai ke langit ke-7, kemudian ke Sidratul Muntaha, lalu naik lagi ke Al-Baitul-Ma’mur, lalu dibawa lagi untuk menghadap Allah. Pada saat ini ditetapkan perintah shalat 5 kali sehari. Perjalanan yang penuh barakah ini mengisyaratkan bahwa Rasulullah akan mendapatkan tempat berlindung yang aman bagi Islam dan tempat itu akan menjadi pusat penyebaran dakwahnya di seluruh dunia.
2. Baiat Aqabah Pertama, dimana 12 orang yang pernah datang ke Makkah lalu masuk Islam bertemu dengan Rasulullah di Aqabah di Mina, lalu mengucapkan baiat untuk tidak meyekutukan Allah dengan apapun dan untuk melaksanakan perintah Rasulullah.
3. Baiat Aqabah Kedua, yang terjadi pada musim haji pada tahun ke-13 dari nubuwah. Sejak baiat ini, tercermin rasa cinta, loyalitas, tolong-menolong sesama orang-orang Mukmin, kepercayaan, keberanian dan keteguhan dalam meniti jalan dakwah.

Periode selanjutnya adalah periode hijrah ke Madinah, dimana Madinah adalah kota yang sangat strategis dalam sektor perdagangan karena menjadi jalur kafilah yang melewati pesisir Laut Merah menuju Syam. Periode Madinah bisa dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Tahapan masa yang banyak diwarnai guncangan dan cobaan, banyak rintangan yang muncul dari dalam, sementara musuh dari luar menyerang Madinah. Tahapan ini berakhir dengan dikukuhkannya Perjanjian Hudaibiyah.
2. Tahapan masa perdamaian dengan para pemimpin paganisme, yang berakhir dengan Fathu Makkah. Pada masa ini juga merupakan masa berdakwah kepada para raja agar masuk Islam.
3. Tahapan masa masuknya manusia ke dalam Islam secara berbondong-bondong, hingga wafatnya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-11 dari hijrah.

Surat Makkiyah dan Madinah diturunkan sesuai dengan kondisi kala Rasulullah berada di Makkah dan Madinah, dimana surat Makkiyah hanya berkisar pada masalah dasar-dasar Islam, syariat-syariat yang pengamalannya bisa dilaksanakan oleh masing-masing individu, anjuran kepada kebajikan, kebaikan, akhlak yang mulia, penjauhan keburukan dan kehinaan. Namun, di Madinah masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan peradaban dan kemajuan, penghidupan dan ekonomi, politik dan pemerintahan, perdamaian dan perang, pemilihan antara yang halal dan haram, ibadah dan akhlak serta berbagai masalah kehidupan yang lain. Sudah tiba saatnya membentuk masyarakat Islam yang baru, yang berbeda dengan masyarakat Jahiliyah sepanjang periode sejarah. Pembentukan masyarakat yang ideal ini memerlukan waktu yang relatif lama, agar ketetapan-ketetapan syariat, hukum, pengetahuan, pendidikan dan pelaksanaan menjadi sempurna melalui beberapa tahapan secara berjenjang. Orang-orang Muslim terdiri dari orang-orang Anshar yang sudah menetap di Madinah dengan memiliki banyak harta benda dan orang-orang Muhajirin yang merupakan pendatang serta tidak memiliki harta untuk mempertahankan hidupnya. Rasulullah mengambil tindakan yang sangat monumental dalam sejarah, yaitu mempersaudarakan orang-orang Anshar dan Muhajirin. Pelajaran yang berharga dari kisah persaudaraan ini adalah orang-orang Anshar memberikan harta mereka dengan ikhlas dan dalam jumlah yang besar, dimana mereka mau berkorban, lebih mementingkan kepentingan saudaranya, serta mencintai dan menyayangi. Sedangkan orang-orang Muhajirin tidak berlebih-lebihan dalam mengambil harta, dimana mereka tidak menerima dari saudaranya Anshar kecuali sekedar makanan yang bisa menegakkan tulang punggungnya.

Beberapa sabda Rasulullah yang memberikan pengaruh spiritual dalam membangun masyarakat Islam yaitu:
“Wahai sekalian manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan, shalatlah pada malam hari tatkala semua orang sedang tidur, niscaya kalian akan masuk surga dengan damai.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi)
“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Al-Bukhari)
“Seseorang di antara kalian tidak disebut beriman sehingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari)
“Sedekah itu memadamkan (menghapuskan) kesalahan-kesalahan sebagaimana air yang memadamkan api.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Abdullah bin Mas’ud berkata: “Barangsiapa mengikuti, maka hendaklah dia mengikuti orang yang telah meninggal dunia. Sebab orang yang masih hidup tidak aman dari cobaan. Mereka itulah para sahabat Muhammad. Mereka adalah umat ini yang paling utama, hatinya paling berbakti, ilmunya paling mendalam, bebannya paling sedikit, yang dipilih Allah sebagai pendamping Nabi-Nya dan untuk menegakkan agamanya. Maka kenalilah keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, pegangilah akhlak dan perikehidupan mereka menurut kesanggupan kalian, sesungguhnya mereka berada pada petunjuk yang lurus.”

Beberapa peperangan besar yang terjadi pada periode ini antara lain perang Badr, perang Uhud, perang Ahzab, dan masih banyak peperangan lainnya. Peperangan ini secara garis besarnya dilatarbelakangi oleh kebencian dan penentangan orang-orang Quraisy, orang-orang Yahudi, dan orang-orang Musyrik. Terdapat hikmah yang dapat dipetik dari peperangan yang terjadi, antara lain:
1. Memperlihatkan kepada orang-orang Muslim akibat yang tidak menguntungkan dari kedurhakaan dan melanggar larangan.
2. Memperlihatkan orang-orang munafik dari kondisi yang hampir kalah dalam peperangan, sehingga tampak jelas bahwa di tengah-tengah orang Muslim terdapat musuh. Dengan begitu mereka menjadi lebih waspada.
3. Kemenangan yang diperoleh adalah karena pertolongan Allah dari balik gaib bagi orang-orang Muslim, dimana jumlah mereka sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah musuh.
4. Kemenangan yang tertunda seringkali meremukkan jiwa dan meluluhkan kehebatan yang dirasakan. Namun, orang-orang Muslim tetap sabar saat mendapat cobaan.
5. Allah telah menyediakan bagi hamba-hamba-Nya yang Mukmin kedudukan yang mulia di sisi-Nya yang tidak bisa dicapai begitu saja. Karena itu, Allah menguji mereka sebagai jalan mereka untuk mecapai kedudukan tersebut.
6. Mati syahid merupakan kedudukan para penolong agama Allah yang paling tinggi.
7. Allah ingin menghancurkan musuh-musuh-Nya dengan menampakkan sebab-sebab kekufuran mereka, karena mereka menyiksa orang-orang Mukmin. Dengan begitu, dosa orang-orang Mukmin terhapus dan dosa orang-orang kafir semakin menumpuk.

Kemenangan telah diraih oleh kaum Muslimin dari setiap perang yang tertumpahkan. Maka Rasulullah dan para sahabat melakukan perjalanan ke Makkah untuk melakukan umrah, sampai akhirnya dikukuhkan perjanjian Hudaibiyah yang intinya adalah kaum Muslimin hanya boleh berada di Makkah selama 3 hari, umrah boleh dilakukan sejak tahun depan, pihak Quraisy tidak boleh menghalang-halangi, dan gencatan senjata selama 10 tahun sehingga tidak boleh ada yang saling memerangi. Perjanjian inilah yang menjadi langkah kemenangan yang besar bagi kaum Muslimin, sebab sudah sekian lama pihak Quraisy tidak mengakui sedikit pun keberadaan orang-orang Muslim, selalu menghalang-halangi dakwah Islam, dan menunggu babak akhir dari perjalanan orang-orang Muslim.

Sekilas mengenai Rasulullah sebagai komandan militer dalam peperangan. Beliau memiliki kecerdikan yang benar-benar unggul dalam permasalahan ini, beliau tidak terjun dalam kancah pertempuran melainkan pasti menampakkan tekad yang bulat, keberanian dan kejelian. Karena itu beliau tidak pernah salah dalam mengambil suatu kebijakan, mengatur pasukan, menyusun strategi, menentukan tempat dan menetapkan bentuk serangan. Jika dilihat dari sisi lain, dengan berbagai peperangan itu beliau dapat menciptakan stabilitas keamanan dan perdamaian, memadamkan bara cobaan, menuntaskan permusuhan antara Islam dan paganisme, menghela manusia kepada kemaslahatan, membuka jalan penyebaran dakwah, dapat mengenali dan menyingkap orang-orang yang mukhlis daripada orang-orang yang menyimpan kemunafikan, serta dapat membungkam berbagai bentuk pengkhianatan. Apabila sebelumnya peperangan merupakan aksi tentang perampasan, penjarahan, pembunuhan, kezhaliman, kesewenang-wenangan, kebencian, permusuhan, melampiaskan dendam, mencari keuntungan, melumatkan pihak yang lemah, menghancurkan segala yang ada, melanggar kehormatan wanita, dan berbuat kasar tehadap pihak yang lemah, maka peperangan dalam Islam adalah jihad untuk membebaskan bumi dari pengkhianatan, pelanggaran dan permusuhan hingga menjadi bumi yang penuh keamanan, ketenangan, kedamaian, kasih sayang dan perlindungan terhadap hak dan kesucian. Cara beliau dalam berperang tercermin dalam sabda beliau berikut:
“Carilah cara yang lebih mudah dan jangan mempersulit, ciptakanlah ketenangan dan janganlah membuat mereka lari.”
“Janganlah sekali-kali engkau memaksa orang yang terluka, jangan mengejar orang yang melarikan diri dan jangan membunuh tawanan.”
“Barangsiapa yang membunuh orang yang terikat dalam perjanjian, maka dia tidak akan mencium bau surga. Sesungguhnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan selama 40 tahun.”

Masih banyak aturan-aturan lain yang membersihkan peperangan dari noda-noda Jahiliyah.

Penaklukan Makkah dimulai dari masuknya Rasulullah beserta pasukan Islam ke Makkah, kemudian Rasulullah membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala, lalu shalat di dalam Ka’bah dan memberikan pidato di hadapan orang-orang Quraisy yang tujuannya untuk menghilangkan sisa-sisa Jahiliyah dan membaca Al-Hujurat: 13 yang artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Rasulullah di Makkah selama 19 hari. Selama itu beliau memperbarui simbol-simbol Islam dan menyampaikan petunjuk kepada orang-orang. Kekuasaan yang sudah terpegang di tangan ini benar-benar membantu untuk menguasai keadaan. Misi dakwah ke seluruh dunia dapat ditempuh selama 2 tahun setelah itu. Pengaruh penaklukan Makkah dapat membalikan keadaan, mengangkat kedudukan Islam, mendorong Bangsa Arab untuk menentukan sikap dan kepasrahan mereka terhadap Islam. Sehingga setelah itu Rasulullah menerima banyak utusan dari berbagai tempat dan menyatakan kesediaannya untuk masuk Islam. Dengan tahap-tahap yang dilalui, maka Jazirah Arab bisa menyaksikan kebangkitan yang penuh barakah, yang tidak pernah dijumpai yang seperti itu dalam perjalanan sejarah manusia.

Tuntas sudah pekerjaan berdakwah, menyampaikan risalah, membangun masyarakat baru. Maka Rasulullah mengumumkan bahwa beliau akan melaksanakan haji. Kaum Muslimin juga ikut bersama beliau. Pada tahun itu yang melaksanakan haji kurang lebih 14000 orang Muslim. Beliau menyampaikan pidato dan setelahnya turun firman Allah:
“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)

Wafatnya Rasulullah

Setelah dakwah benar-benar menjadi sempurna dan Islam dapat menguasai keadaan, mulai muncul tanda-tanda perpisahan dengan kehidupan, yang bisa ditangkap dari sabda dan tindakan beliau. Beliau sakit selama 13 atau 14 hari, dan tetap shalat bersama orang-orang selama 11 hari dari masa sakitnya itu. Rasulullah wafat sewaktu dhuha sudah terasa panas saat berada dalam rangkulan istri beliau, Aisyah, pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun lebih 4 hari. Kalimat terakhir yang beliau ucapkan yaitu:
“Bersama orang-orang yang Engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku dengan Kekasih Yang Maha Tinggi ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi.”

Allah berfirman:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 144)

Rumah Tangga Nabawi

Wanita yang pernah menjadi istri beliau semasa beliau hidup dan membersamai beliau yaitu Khadijah binti Khuwailid, Saudah binti Zama’ah, Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Hafshah binti Umar bin Al-Khaththab, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan, Shafiyah binti Huyai, dan Maimunah binti Al-Harits. Siapa pun yang mengamati kehidupan beliau tentu mengetahui secara pasti perkawinan beliau dengan sekian banyak wanita ini justru pada masa-masa akhir hidup beliau. Berbagai tujuan yang hendak diraih dari perkawinan tersebut adalah beliau ingin menjalin hubungan yang benar-benar erat dengan Abu Bakar, Umar, Ali, dan Utsman, yang dikenal banyak berkorban untuk kepentingan Islam pada masa-masa krisis. Di antara tradisi Bangsa Arab adalah menghormati hubungan perbesanan. Maka dengan menikahi beberapa wanita yang menjadi Ummahatul Mukminin, beliau hendak menghilangkan gambaran permusuhan dari beberapa kabilah terhadap Islam, melainkan membangun hubungan kekeluargaan. Dengan begitu akan lebih mudah mendakwahkan Islam. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk membangun masyarakat Islam, tidak memberikan peluang bagi kaum laki-laki untuk bercampur baur dengan kaum perempuan. Padahal dibutuhkan pemberdayaan perempuan, sehingga beliau memilih beberapa wanita dengan usia yang berbeda-beda dengan kelebihannya masing-masing guna mewujudkan tujuan ini. Dengan begitu, beliau bisa membersihkan diri mereka, mendidik, mengajarkan syariat dan hukum-hukum, serta memberdayakan mereka dengan berbagai pengetahuan Islam. Sehingga mereka siap untuk mewakili dakwah terhadap seluruh kaum wanita.

Kesempurnaan Jiwa dan Kemuliaan Akhlak

Rasulullah lain daripada yang lain karena kefasihan bicaranya, kejelasan ucapannya, yang selalu disampaikan pada kesempatan yang paling tepat, mengkhususkan pada penekanan-penekanan hukum, mengetahui logat-logat Bangsa Arab, dan berdialog menurut Bahasa masing-masing. Aisyah berkata, “Jika Rasulullah harus memilih di antara dua perkara, tentu beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, selagi itu bukan suatu dosa. Jika suatu dosa, maka beliaulah orang yang paling menjauh darinya. Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika ada pelanggaran terhadap kehormatan Allah, lalu beliau membalas karena Allah. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha.” Rasulullah adalah orang yang paling malu dan suka menundukkan mata. Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Beliau adalah orang yang lebih pemalu daripada gadis di tempat pingitannya. Jika tidak menyukai sesuatu, maka bisa diketahui dari raut mukanya.”

Beliau adalah orang yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling menyayangi dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus pergaulannya, paling lurus akhlaknya, paling jauh dari akhlak yang buruk, tidak pernah berbuat kekejian dan menganjurkan kepada kekejian, bukan termasuk orang yang suka mengumpat dan mengutuk, bukan termasuk orang yang suka membuat hiruk pikuk, tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa, tetapi memaafkan dan lapang dada, tidak membiarkan seseorang berjalan di belakangnya, tidak mengungguli hamba sahaya dan pembantunya dalam masalah makanan dan pakaian, membantu orang yang justru seharusnya membantu beliau, tidak pernah membentak pembantunya yang tidak beres atau tidak mau melaksanakan perintahnya, mencintai orang-orang miskin dan suka duduk-duduk bersama mereka, menghadiri jenazah mereka, dan tidak mencela orang miskin karena kemiskinannya.

Kharijah binti Zaid berkata, “Beliau adalah orang yang paling mulia di dalam majelisnya, hampir tidak ada yang keluar dari pinggir bibirnya. Beliau lebih banyak diam, tidak berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang berbicara dengan cara yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman, perkataannya terinci, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Para sahabat tertawa jika beliau tersenyum, karena mereka hormat dan mengikuti beliau.” Allah pun berfirman seraya memuji beliau:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)

Sifat-sifat yang sempurna inilah yang membuat jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat hati mereka mencintai beliau, menempatkan beliau sebagai pimpinan yang menjadi tumpuan harapan hati. Bahkan orang-orang yang dulunya bersikap keras terhadap beliau berubah menjadi lemah lembut, hingga akhirnya manusia masuk ke dalam agama Allah secara berbondong-bondong. Sifat-sifat yang sudah disebutkan hanyalah sebagian kecil dari gambaran kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat beliau.

Ya Allah, rahmatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau merahmati Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.