Bisimillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah subhanahuwataala. Salam
dan shalawat bagi junjungan kita, Rasulullah shalallahualaihiwassalam beserta
keluarga dan para sahabat beliau yang setia.
Kali ini penulis ingin menuliskan beberapa hal
penting dari buku berjudul Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman
Al-Mubarakfuri, dimana catatan ini bisa dijadikan pengingat bersama kisah-kisah
terdahulu, yang mana terlukiskan banyak pembelajaran berharga bagi kehidupan.
Beliau menjadi sumber sejarah dalam kehidupan
manusia yang menunjukkan tatanan pemikiran dan perilaku yang mempesona, lurus,
memegang prinsip kebenaran, dan dapat diaplikasikan di segala zaman. Terdapat kutipan
penting pada buku yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar ini, yaitu siapa pun
yang membaca sirah beliau, mengenal sifat-sifat beliau, maka bisa mengetahui
bahwa dunia ini butuh beliau, dan dunia tidak akan sanggup mewujudkan cita-cita
keberadaannya kecuali mengambil dan mencontoh sirah beliau. Dengan begitu,
setiap jiwa manusia mengetahui tujuan eksistensinya dan mau berbuat untuk
merealisasikannya.
Perkataan beliau mengandung makna yang sampai
pada hakikatnya, karena keluar dari bibir yang di belakangnya ada pikiran, yang
di belakangnya lagi ada hati, yang di belakangnya ada iman, dan yang di belakangnya
ada Allah. Itulah perkataan yang tiada tercecer dan tiada mubadzir, tidak ada
pertentangan dan penyimpangan, karena semuanya mengandung faidah dan sesuai
dengan fitrah kita.
Allah menunjuki manusia agar mencintai dan meneladani
beliau:
“Katakanlah, “Jika kalian (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa
kalian.”” (Ali Imran: 31)
Sirah Nabawiyah adalah ungkapan tentang
risalah yang dibawa Rasulullah kepada manusia. Penting sekali untuk mempelajari
hal ini, karena tak kenal maka tak sayang. Jika kita tidak mengenal beliau dan memahami perjuangan beliau, bagaimana kita bisa mengaku mencintai dan meneladani beliau.
Kaum-kaum
Bangsa Arab
Baik, hal pertama yang akan dibahas adalah kaum-kaum
Bangsa Arab. Pernah kah kita bertanya, mengapa Rasulullah diutus di Jazirah
Arab? Jawabannya adalah ternyata Bangsa Arab memiliki akhlak-akhlak yang
berharga yang akan sangat mendukung penyebaran Islam, antara lain kedermawanan,
memenuhi janji, kemuliaan jiwa dan keengganan menerima kehinaan dan kezhaliman, pantang mundur,
kelemahlembutan dan suka menolong orang lain, serta kesederhanaan. Sekalipun
ada yang menjurus kepada kejahatan dan terdapat hal-hal buruk yang dilakukan
oleh Bangsa Arab, pada dasarnya ini merupakan akhlak yang berharga, apalagi
jika mendapat sentuhan perbaikan. Selain itu, letak geografis Jazirah Arab yang
menjadi sandaran bagi yang berlayar dari setiap benua karena dihubungkan oleh
laut setiap benua. Jazirah Arab menjadi tempat berlabuh berbagai bangsa untuk
saling tukar-menukar perniagaan, peradaban, agama, dan seni.
Lalu muncul pertanyaan mengapa Rasulullah
muncul dari suku Quraisy? Berikut sabda Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah telah memilih Ismail dari
anak Ibrahim, memilih Kinanah dari anak Ismail, memilih Quraisy dari Bani
Kinanah, memilih Bani Hasyim dari Quraisy dan memilihku dari Bani Hasyim.” (HR.
Muslim dan At-Tirmidzi)
“Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, lalu
menjadikanku dari sebaik-baik golongan mereka dan sebaik-baik dua golongan,
kemudian memilih beberapa kabilah, lalu menjadikanku dari sebaik-baik kabilah,
kemudian memilih beberapa keluarga lalu menjadikanku dari sebaik-baik keluarga
mereka, maka aku adalah sebaik-baik diri dan sebaik-baik keluarga di antara
mereka.” (HR. At-Tarmidzi)
Jadi Rasulullah muncul dari sebaik-baik
keluarga dari suku Quraisy, keluarga yang paling terhormat dan memiliki
keutamaan. Sehingga dapat diketahui Allah menetapkan nasab beliau sebagai sebaik-baik
nasab dan Allah telah melimpahkan barakah pada keluarga beliau.
Agama
Bangsa Arab
Sebelum Rasulullah diutus untuk menyebarkan Islam
di Jazirah Arab, Bangsa Arab sudah memiliki agama, yaitu agama Ibrahim alaihissalam
yang mengajarkan untuk menyembah kepada Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk
agama-Nya. Waktu bergulir sekian lama, hingga banyak di antara mereka yang
melalaikan ajaran yang pernah disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu,
masih ada sisa-sisa tauhid dan beberapa syiar dari agama Ibrahim.
Permulaan munculnya berhala dapat dilihat dari
kisah berikut. Pemimpin Bani Khuza’ah yang bernama Amr bin Luhay yang tinggal
di Makkah melakukan perjalanan ke Syam. Dia melihat penduduk Syam menyembah
berhala dan menganggapnya sebagai sesuatu yang benar dan perlu diikuti karena
Syam dahulunya adalah tempat para rasul. Kemudian dia pulang ke Makkah dengan
membawa Hubal (berhala) dan meletakkannya di dalam Ka’bah. Setelah itu dia
mengajak penduduk Makkah untuk membuat persekutuan terhadap Allah. Mereka
mengganggap diri mereka tetap berada pada agama Ibrahim, sehingga hal ini
merupakan penyimpangan besar yang mereka tidak akui. Orang-orang Arab pada kala
itu memiliki keyakinan bahwa berhala-berhala tersebut dapat mendekatkan mereka
kepada Allah. Hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an:
“Dan mereka menyembah selain daripada Allah
apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula)
manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di
sisi Allah.”” (Yunus: 18)
Selain itu, banyak sekali penyimpangan yang
dilakukan oleh orang-orang Arab, yang justru keadaannya jauh sekali dari perintah dan larangan pada agama Ibrahim, seperti mengundi nasib dengan anak panah, perjudian dan undian, meramal
nasib, dan lain-lain. Sekalipun masyarakat Arab Jahiliyah seperti itu, masih
ada sisa-sisa dari agama Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya,
seperti pengagungan tehadap Ka’bah, thawaf di sekelilingnya, haji, umrah, wuquf
di Arafah dan Muzdalifah walaupun ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya. Begitulah agama mayoritas Bangsa Arab, namun
sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Shabi’ah yang masuk ke
dalam masyarakat Arab.
Kelahiran Rasulullah
Rasulullah dilahirkan
oleh Aminah binti Wahb bin Abdi Manaf di tengah keluarga Bani Hasyim di Makkah
pada Senin pagi, tanggal 9 Rabi’ul Awwal, atau bertepatan dengan tanggal 20
atau 22 April 571 M. Tradisi di kalangan Bangsa Arab yang relatif sudah maju
yaitu mencari wanita-wanita yang bisa menyusui anaknya. Wanita yang menyusui
Rasulullah dari Bani Sa’d bin Bakr yaitu Halimah binti Abu Dzu’aib. Halimah bisa
merasakan barakah yang dibawa beliau, berikut kisahnya.
Suatu kali dia pergi
bersama suaminya dan anaknya yang masih kecil ke Makkah untuk mencari anak yang
bisa disusui. Karena Rasulullah adalah anak yatim, maka wanita-wanita lain
tidak ada yang mau menyusui beliau, dimana mereka mengharapkan imbalan dari
bapak bayi. Abdullah, bapak Rasulullah meninggal dunia di Madinah sebelum
beliau dilahirkan. Namun akhirnya Halimah membawa Rasulullah untuk disusui.
Pada saat itu sedang terjadi masa paceklik, dengan dibawanya Rasulullah, maka
Halimah dapat merasakan barakah. Air susunya pun menjadi melimpah, onta
miliknya yang kelaparan dan tidak lagi mengeluarkan air susu, tiba-tiba air
susunya menjadi penuh, sehingga Halimah dan suaminya dapat meminum susu onta
tersebut hingga kenyang. Dan masih banyak barakah lain yang dirasakan oleh
mereka.
Setelah beliau berumur
4 atau 5 tahun, beliau dikembalikan oleh Halimah kepada ibunya beliau, Aminah.
Terdapat lagi kisah menakjubkan pada suatu musim paceklik di Makkah, beliau
bersama pamannya yaitu Abu Thalib keluar dan pergi ke Ka’bah. Seolah-olah wajah
beliau adalah matahari yang membawa mendung, yang menampakkan awan sedang
berjalan pelan-pelan. Tiba-tiba saja mendung datang dari segala penjuru, lalu
menurunkan hujan yang sangat deras.
Kehidupan Rasulullah sebelum Nubuwah
Pada awal masa remaja,
beliau biasa mengembala kambing di kalangan Bani Sa’d dan juga di Makkah. Pada
usia 25 tahun, beliau pergi berdagang ke Syam menjalankan barang-barang
dagangan milik Khadijah. Khadijah mendengar kabar tentang kejujuran,
kredibilitas dan kemuliaan akhlak beliau, sehingga beliau ditawarkan untuk
berdagang ke Syam. Setibanya di Makkah, Khadijah mengetahui keuntungan yang
melimpah dari hasil dagang beliau. Pembantunya yang bernama Maisarah
menceritakan mengenai sifat-sifat beliau yang mulia yang dilihatnya kepada
Khadijah, kemudian Khadijah menemui rekannya, Nafisah binti Munyah agar menemui
beliau dan membuka jalan agar mau menikah dengan Khadijah. Khadijah sendiri
adalah wanita yang paling terpandang, cantik, pandai, kaya, dan berusia 40
tahun. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain sampai Khadijah meninggal
dunia. Putra-putri beliau dan Khadijah yaitu Al-Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu
Kultsum, Fatimah, dan Abdullah.
Rasulullah menjadi
sosok yang unggul dalam pemikiran yang jitu, pandangan yang lurus, mendapat
sanjungan karena kecerdikan, kelurusan pemikiran, dan ketepatan dalam mengambil
keputusan. Beliau lebih suka diam lama-lama untuk mengamati, memusatkan pikiran
dan menggali kebenaran. Beliau merasa risih dengan khufarat dan menghindarinya.
Beliau tidak mau minum khamr, tidak mau makan daging hewan yang disembelih
untuk berhala, tidak mau menghadiri upacara atau pertemuan untuk menyembah
patung-patung. Jika ada kecenderungan jiwa yang tiba-tiba menggelitik untuk
mencicipi sebagian kesenangan dunia, maka pertolongan Allah masuk sebagai
pembatas beliau dan kesenangan tersebut. Pernah suatu ketika, saat Ka’bah
sedang direnovasi beliau mengangkat jubahnya hingga ke atas lutut, namun karena
itu beliau jatuh terjerembab ke tanah. Setelah itu, tidak pernah terlihat beliau
menampakkan auratnya.
Beliau adalah orang
yang paling utama kepribadiannya di tengah kaumnya, paling bagus akhlaknya,
paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut,
paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling
baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya, hingga
mereka menjulukinya Al-Amin, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik
dan sifat-sifat yang diridhai orang lain.
Datangnya Wahyu
Selagi usia Rasulullah
hampir mencapai 40 tahun, sesuatu yang paling disukai beliau adalah
mengasingkan diri. Dengan membawa roti dan air, beliau pergi ke Gua Hira di
Jabal Nur, yang jaraknya kira-kira 2 mil dari Makkah. Ruh manusia mana pun yang
realitas kehidupannya akan disusupi suatu pengaruh dan dibawa ke arah lain,
maka ruh itu harus dibuat kosong, diasingkan beberapa saat, dan dipisahkan dari
kehidupan duniawi. Pengasingan ini dijalankan selama 3 tahun oleh beliau,
hingga datangnya Jibril pada saat beliau berusia 40 tahun sambil membawa
ayat-ayat Al-Qur’an. Allah menurunkan surat Al-Alaq: 1-5, kemudian Al-Muddatstsir:
1-5, setelah itu wahyu datang secara berturut-turut.
Ibnul Qayyim
menyebutkan tingkatan-tingkatan wahyu, yaitu:
1. Mimpi yang hakiki.
2. Apa yang disusupkan
ke dalam jiwa dan hati beliau tanpa dilihatnya.
3. Malaikat muncul di
hadapan Nabi dalam rupa seorang laki-laki.
4. Menyerupai bunyi gemerincing
lonceng.
5. Malaikat dalam rupa
aslinya.
6. Allah sampaikan di
atas lapisan-lapisan langit pada malam Mi’raj.
7. Allah berfirman
secara langsung tanpa perantara.
Beliau mendapatkan berbagai
macam perintah dalam firman Allah:
“Hai orang yang berkemul
(berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! Dan
pakaianmu bersihkanlah. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu
memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk
(memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.” (Al-Muddatstsir: 1-7)
Pada hakikatnya
ayat-ayat tersebut memiliki tujuan yang jauh, berpengaruh sangat kuat, dan
nyata. Rinciannya adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pemberian
peringatan, agar siapapun yang menyalahi keridhaan Allah di dunia ini diberi
peringatan tentang akibatnya yang pedih di kemudian hari. Serta sebagai
perintah, dimana Allah memberikan urusan yang besar, tidak selayaknya jika
tidur-tiduran dan bersantai-santai, bangunlah untuk berjihad dan berjuang.
2. Tujuan mengagungkan
Rabb, tidak ada kebesaran yang ada selain kebesaran Allah.
3. Tujuan membersihkan
pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa, agar kebersihan lahir dan batin
benar-benar tercapai, begitu pula agar dapat mencapai titik kesempurnaan jiwa
yang terjaga dari segala noda.
4. Tujuan larangan
mengharap yang lebih banyak dari apa yang diberikan, agar tidak perlu merasa
bahwa suatu usaha yang dilakukannya adalah besar dan hebat, agar senantiasa dia
lebih banyak berusaha dan berkorban, lalu melupakannya.
5. Allah memerintahkan
agar bersabar menghadapi segala bentuk penentangan, gangguan, siksaan, ejekan,
dan olok-olok. Modalnya adalah kekuatan dan ketabahan hati. Bukan dengan tujuan
untuk kepentingan pribadi, tetapi karena keridhaan Allah semata.
Periode dan Tahapan Dakwah
Dua periode dakwah
Rasulullah:
1. Periode Makkah,
berjalan kira-kira selama 13 tahun.
2. Periode Madinah,
berjalan selama 10 tahun penuh.
Periode Makkah dibagi
menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Tahapan dakwah
secara sembunyi-sembunyi yang berjalan selama 3 tahun.
2. Tahapan dakwah
secara terang-terangan di tengah penduduk Makkah, yang dimulai sejak tahun ke-4
dari nubuwah hingga akhir tahun ke-10.
3. Tahapan dakwah di
luar Makkah dan penyebarannya, yang dimulai dari tahun ke-10 dari nubuwah
hingga hijrah ke Madinah.
Sedangkan ada lagi
periode Madinah yang akan dirinci pada bagian mendatang.
Tahapan pertama pada
periode Makkah, Rasulullah menampakkan Islam mula-mulanya kepada orang yang
paling dekat dengan beliau, anggota keluarganya dan sahabat-sahabat karib
beliau, yaitu mereka yang memang diketahui mencintai kebaikan dan kebenaran,
mengenal kejujuran dan kelurusan beliau. Mereka dikenal dengan sebutan
As-Sabiqunal-Awwalun (yang terdahulu dan yang pertama-tama masuk Islam). Mereka
adalah istri beliau, Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, pembantu beliau,
Zaid bin Haritsah, anak paman beliau, Ali bin Abu Thalib, dan sahabat karib
beliau, Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Tahapan kedua dimulai
setelah diturunkannya Asy-Syu’ara’: 214 yang berbunyi, “Dan berilah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang dekat.” Pada tahapan ini banyak terjadi penolakan
dan penghinaan terhadap ajaran Rasulullah, bahkan penyiksaan terhadap
orang-orang yang masuk Islam. Abu Thalib, paman beliau menjadi pelindung beliau
selama menyebarkan dakwah, walapun ia masih belum menerima ajaran beliau.
Diantara orang-orang yang zhalim dan menolak ajaran beliau adalah Abdul Uzza
bin Abdul Muththalib (Abu Lahab) dan istrinya Ummu Jamil binti Harb, Uqbah bin
Abu Mu’ith, Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Umayyah bin Khalaf, Ubay
bin Khalaf, Al-Walid bin Utbah, Al-Akhnas bin Syariq Ats-Tsaqafi, dan Amr bin
Hisyam (Abu Jahal). Langkah bijaksana yang diambil Rasulullah dalam menghadapi
berbagai tekanan adalah beliau melarang orang-orang Muslim menampakkan keislamannya,
baik berupa perkataan maupun perbuatan. Tetapi beliau tetap menampakkan
dakwahnya dan ibadahnya di tengah orang-orang musyrik. Dalam kondisi yang
sempit dan terjepit ini turun surah Al-Kahfi yang menunjukkan untuk hijrah dari
pusat kekufuran dan permusuhan. Pada masa ini, orang-orang Quraisy berencana
untuk membunuh Nabi. Tetapi Allah selalu melindungi beliau. Tatkala Abu Jahal
ingin menimpukkan batu ke kepala beliau saat sedang sujud, ketika jaraknya
sudah dekat tiba-tiba Abu Jahal mundur dengan muka pucat dan gemetar karena
melihat seekor onta yang sedang mendekatinya dan hendak mencaploknya.
Rasulullah bersabda, “Itulah Jibril. Andaikata dia mendekati lagi, tentu Jibril
akan mengambil tindakan terhadap dirinya.” Pada masa ini paman Nabi, Hamzah bin
Abdul Muththalib dan salah seorang Quraisy dari Bani ‘Ad, yaitu Umar bin
Al-Khaththab masuk Islam. Keduanya merupakan pahlawan yang gagah berani dan
disegani oleh orang-orang Quraisy.
Masih pada tahapan kedua
pada periode Makkah, terjadi pemboikotan terhadap bahan makanan yang dilakukan
oleh orang-orang Quraisy, sehingga keadaan Bani Hasyim dan Bani Al-Muththalib
benar-benar kelaparan dan mengenaskan. Sampai suatu ketika pemboikotan tersebut
diakhiri dengan bantuan orang-orang Quraisy yang tidak menyetujuinya. Terjadi
pula tahun berduka, dimana Abu Thalib meninggal dunia tetapi ia tidak sempat
masuk Islam, padahal ia telah banyak membantu Rasulullah dalam menyebarkan
Islam, sehingga Rasulullah memohonkan ampunan untuk pamannya tersebut. Maka
turunlah ayat berikut:
“Sesungguhnya kamu
tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah
memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang menerima petunjuk.” (Al-Qashash: 6)
Kemudian Khadijah
menyusul ke Rahmatullah pada usia 65 tahun. Karena penderitaan yang
bertumpuk-tumpuk yang dialami beliau sepeninggal paman beliau dan istri beliau,
maka tahun tersebut dinamakan “Amul-huzni” (tahun duka cita).
Beberapa hikmah yang
dapat diambil dari perjalanan kisah dakwah Rasulullah beserta para sahabat
adalah kesabaran, ketabahan, dan keteguhan hati yang dapat diperoleh dengan:
1. Iman kepada Allah,
dimana orang-orang yang memiliki iman yang kuat, mereka melihat kesulitan di
dunia seperti apapun beratnya dan banyaknya, hanya tergambarkan seperti
riak-riak buih yang tidak bisa menjebol bendungan yang amat kokoh.
2. Sosok pemimpin yang
bisa menyatukan hati manusia, dimana cinta yang tulus tercurah kepada beliau,
mereka tidak ambil peduli sekalipun leher harus putus, tersiksa, ataupun
tersakiti demi menjaga Rasulullah.
3. Rasa tanggung
jawab, akibatnya jika mengindari tanggung jawab akan lebih besar daripada
tekanan-tekanan yang diberikan oleh orang-orang Quraisy.
4. Iman kepada hari
akhir, mereka tahu kenikmatan dan penderitaan di dunia tak mampu menyamai
sebelah sayap nyamuk di akhirat. Maka hal ini membuat mereka mengabaikan
penderitaan hidup dan kepahitannya.
5. Al-Qur’an yang
membawa orang-orang Muslim berjalan di alam lain, membuat mereka tahu keindahan
rububiyah, kesempurnaan uluhiyah, pengaruh rahmat dan keridhaan Allah.
6. Kabar gembira
tentang datangnya keberhasilan, berdasarkan Ash-Shaffat: 171-177 yang berbunyi,
“Dan sesungguhnya telah tetap janji Kami kepada hamba-hamba Kami yang menjadi
Rasul, (yaitu) sesungguhnya mereka itulah yang pasti mendapat pertolongan. Dan
sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang. Maka berpalinglah kamu
(Muhammad) dari mereka sampai suatu masa. Dan, terangkanlah kepada mereka, maka
kelak mereka akan melihat (adzab itu). Maka apakah mereka meminta supaya siksa
Kami disegerakan? Maka apabila siksaan itu turun di halaman mereka, maka amat
buruklah pagi hari yang dialami oleh orang-orang yang diperingatkan itu.”
Di samping itu semua,
Nabi senantiasa menyuapi ruh mereka dengan santapan-santapan iman, membersihkan
jiwa mereka dengan pengajaran hikmah dan Al-Qur’an, mendidik mereka dengan
pendidikan yang mendetil dan mendalam, membawa jiwa mereka ke tingkatan ruh
yang tertinggi, kesucian hati, kebersihan akhlak, pembebasan dari kekuasaan
materi, penentangan hawa nafsu, dan tunduk kepada Allah semata. Sehingga mereka
semakin mantap berpegang teguh kepada agama, menjauhkan diri dari nafsu,
mengharapkan surga, haus ilmu, menghisab diri sendiri, menundukkan kesenangan
jiwa, mengikat diri dengan kesabaran, ketabahan dan ketenangan jiwa.
Tahapan ketiga yaitu
dakwah Islam di luar Makkah. Pada tahun ke-10 dari nubuwah, Rasulullah pergi ke
Tha’if. Beliau berada di tengah penduduk Tha’if selama 10 hari, tetapi yang ada
hanyalah penolakan terhadap dakwah beliau. Sehingga beliau berduka karena tidak
ada yang mau beriman. Rasulullah kemudian kembali ke Makkah untuk menawarkan
Islam kepada berbagai kabilah dan individu. Orang-orang luar Makkah yang masuk
Islam kebanyakan berasal dari Yastrib (Madinah). Sehingga sekembalinya orang-orang
tersebut ke Madinah, mereka membawa dan menyebarkan risalah Islam disana.
Peristiwa-peristiwa penting dalam tahapan ini yaitu:
1. Isra’ dan Mi’raj,
dimana Rasulullah di-Isra’kan dengan jasadnya dari Masjidil Haram ke Baitul
Maqdis dengan menaiki Buraq bersama Jibril. Kemudian dari Baitul Maqdis naik ke
langit dunia sampai ke langit ke-7, kemudian ke Sidratul Muntaha, lalu naik
lagi ke Al-Baitul-Ma’mur, lalu dibawa lagi untuk menghadap Allah. Pada saat ini
ditetapkan perintah shalat 5 kali sehari. Perjalanan yang penuh barakah ini
mengisyaratkan bahwa Rasulullah akan mendapatkan tempat berlindung yang aman
bagi Islam dan tempat itu akan menjadi pusat penyebaran dakwahnya di seluruh
dunia.
2. Baiat Aqabah
Pertama, dimana 12 orang yang pernah datang ke Makkah lalu masuk Islam bertemu
dengan Rasulullah di Aqabah di Mina, lalu mengucapkan baiat untuk tidak
meyekutukan Allah dengan apapun dan untuk melaksanakan perintah Rasulullah.
3. Baiat Aqabah Kedua,
yang terjadi pada musim haji pada tahun ke-13 dari nubuwah. Sejak baiat ini,
tercermin rasa cinta, loyalitas, tolong-menolong sesama orang-orang Mukmin,
kepercayaan, keberanian dan keteguhan dalam meniti jalan dakwah.
Periode selanjutnya
adalah periode hijrah ke Madinah, dimana Madinah adalah kota yang sangat
strategis dalam sektor perdagangan karena menjadi jalur kafilah yang melewati
pesisir Laut Merah menuju Syam. Periode Madinah bisa dibagi menjadi 3 tahapan,
yaitu:
1. Tahapan masa yang
banyak diwarnai guncangan dan cobaan, banyak rintangan yang muncul dari dalam,
sementara musuh dari luar menyerang Madinah. Tahapan ini berakhir dengan
dikukuhkannya Perjanjian Hudaibiyah.
2. Tahapan masa
perdamaian dengan para pemimpin paganisme, yang berakhir dengan Fathu Makkah.
Pada masa ini juga merupakan masa berdakwah kepada para raja agar masuk Islam.
3. Tahapan masa
masuknya manusia ke dalam Islam secara berbondong-bondong, hingga wafatnya
Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-11 dari hijrah.
Surat Makkiyah dan
Madinah diturunkan sesuai dengan kondisi kala Rasulullah berada di Makkah dan
Madinah, dimana surat Makkiyah hanya berkisar pada masalah dasar-dasar Islam,
syariat-syariat yang pengamalannya bisa dilaksanakan oleh masing-masing
individu, anjuran kepada kebajikan, kebaikan, akhlak yang mulia, penjauhan
keburukan dan kehinaan. Namun, di Madinah masalah-masalah yang dihadapi
berkaitan dengan peradaban dan kemajuan, penghidupan dan ekonomi, politik dan
pemerintahan, perdamaian dan perang, pemilihan antara yang halal dan haram,
ibadah dan akhlak serta berbagai masalah kehidupan yang lain. Sudah tiba
saatnya membentuk masyarakat Islam yang baru, yang berbeda dengan masyarakat
Jahiliyah sepanjang periode sejarah. Pembentukan masyarakat yang ideal ini
memerlukan waktu yang relatif lama, agar ketetapan-ketetapan syariat, hukum,
pengetahuan, pendidikan dan pelaksanaan menjadi sempurna melalui beberapa
tahapan secara berjenjang. Orang-orang Muslim terdiri dari orang-orang Anshar
yang sudah menetap di Madinah dengan memiliki banyak harta benda dan orang-orang
Muhajirin yang merupakan pendatang serta tidak memiliki harta untuk
mempertahankan hidupnya. Rasulullah mengambil tindakan yang sangat monumental
dalam sejarah, yaitu mempersaudarakan orang-orang Anshar dan Muhajirin.
Pelajaran yang berharga dari kisah persaudaraan ini adalah orang-orang Anshar
memberikan harta mereka dengan ikhlas dan dalam jumlah yang besar, dimana
mereka mau berkorban, lebih mementingkan kepentingan saudaranya, serta
mencintai dan menyayangi. Sedangkan orang-orang Muhajirin tidak
berlebih-lebihan dalam mengambil harta, dimana mereka tidak menerima dari
saudaranya Anshar kecuali sekedar makanan yang bisa menegakkan tulang
punggungnya.
Beberapa sabda
Rasulullah yang memberikan pengaruh spiritual dalam membangun masyarakat Islam
yaitu:
“Wahai sekalian
manusia, sebarkanlah salam, berikanlah makanan, sambunglah tali persaudaraan,
shalatlah pada malam hari tatkala semua orang sedang tidur, niscaya kalian akan
masuk surga dengan damai.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi)
“Tidak masuk surga orang
yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Al-Bukhari)
“Seseorang di antara
kalian tidak disebut beriman sehingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang
dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhari)
“Sedekah itu
memadamkan (menghapuskan) kesalahan-kesalahan sebagaimana air yang memadamkan
api.” (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Abdullah bin Mas’ud
berkata: “Barangsiapa mengikuti, maka hendaklah dia mengikuti orang yang telah meninggal
dunia. Sebab orang yang masih hidup tidak aman dari cobaan. Mereka itulah para
sahabat Muhammad. Mereka adalah umat ini yang paling utama, hatinya paling
berbakti, ilmunya paling mendalam, bebannya paling sedikit, yang dipilih Allah
sebagai pendamping Nabi-Nya dan untuk menegakkan agamanya. Maka kenalilah
keutamaan mereka, ikutilah jejak mereka, pegangilah akhlak dan perikehidupan
mereka menurut kesanggupan kalian, sesungguhnya mereka berada pada petunjuk
yang lurus.”
Beberapa peperangan besar
yang terjadi pada periode ini antara lain perang Badr, perang Uhud, perang Ahzab,
dan masih banyak peperangan lainnya. Peperangan ini secara garis besarnya dilatarbelakangi
oleh kebencian dan penentangan orang-orang Quraisy, orang-orang Yahudi, dan
orang-orang Musyrik. Terdapat hikmah yang dapat dipetik dari peperangan yang
terjadi, antara lain:
1. Memperlihatkan
kepada orang-orang Muslim akibat yang tidak menguntungkan dari kedurhakaan dan
melanggar larangan.
2. Memperlihatkan
orang-orang munafik dari kondisi yang hampir kalah dalam peperangan, sehingga
tampak jelas bahwa di tengah-tengah orang Muslim terdapat musuh. Dengan begitu
mereka menjadi lebih waspada.
3. Kemenangan yang
diperoleh adalah karena pertolongan Allah dari balik gaib bagi orang-orang
Muslim, dimana jumlah mereka sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah musuh.
4. Kemenangan yang
tertunda seringkali meremukkan jiwa dan meluluhkan kehebatan yang dirasakan.
Namun, orang-orang Muslim tetap sabar saat mendapat cobaan.
5. Allah telah
menyediakan bagi hamba-hamba-Nya yang Mukmin kedudukan yang mulia di sisi-Nya
yang tidak bisa dicapai begitu saja. Karena itu, Allah menguji mereka sebagai
jalan mereka untuk mecapai kedudukan tersebut.
6. Mati syahid
merupakan kedudukan para penolong agama Allah yang paling tinggi.
7. Allah ingin
menghancurkan musuh-musuh-Nya dengan menampakkan sebab-sebab kekufuran mereka,
karena mereka menyiksa orang-orang Mukmin. Dengan begitu, dosa orang-orang
Mukmin terhapus dan dosa orang-orang kafir semakin menumpuk.
Kemenangan telah
diraih oleh kaum Muslimin dari setiap perang yang tertumpahkan. Maka Rasulullah
dan para sahabat melakukan perjalanan ke Makkah untuk melakukan umrah, sampai
akhirnya dikukuhkan perjanjian Hudaibiyah yang intinya adalah kaum Muslimin
hanya boleh berada di Makkah selama 3 hari, umrah boleh dilakukan sejak tahun
depan, pihak Quraisy tidak boleh menghalang-halangi, dan gencatan senjata
selama 10 tahun sehingga tidak boleh ada yang saling memerangi. Perjanjian
inilah yang menjadi langkah kemenangan yang besar bagi kaum Muslimin, sebab
sudah sekian lama pihak Quraisy tidak mengakui sedikit pun keberadaan
orang-orang Muslim, selalu menghalang-halangi dakwah Islam, dan menunggu babak
akhir dari perjalanan orang-orang Muslim.
Sekilas mengenai
Rasulullah sebagai komandan militer dalam peperangan. Beliau memiliki
kecerdikan yang benar-benar unggul dalam permasalahan ini, beliau tidak terjun
dalam kancah pertempuran melainkan pasti menampakkan tekad yang bulat,
keberanian dan kejelian. Karena itu beliau tidak pernah salah dalam mengambil
suatu kebijakan, mengatur pasukan, menyusun strategi, menentukan tempat dan
menetapkan bentuk serangan. Jika dilihat dari sisi lain, dengan berbagai
peperangan itu beliau dapat menciptakan stabilitas keamanan dan perdamaian,
memadamkan bara cobaan, menuntaskan permusuhan antara Islam dan paganisme,
menghela manusia kepada kemaslahatan, membuka jalan penyebaran dakwah, dapat
mengenali dan menyingkap orang-orang yang mukhlis daripada orang-orang yang
menyimpan kemunafikan, serta dapat membungkam berbagai bentuk pengkhianatan.
Apabila sebelumnya peperangan merupakan aksi tentang perampasan, penjarahan,
pembunuhan, kezhaliman, kesewenang-wenangan, kebencian, permusuhan,
melampiaskan dendam, mencari keuntungan, melumatkan pihak yang lemah,
menghancurkan segala yang ada, melanggar kehormatan wanita, dan berbuat kasar
tehadap pihak yang lemah, maka peperangan dalam Islam adalah jihad untuk
membebaskan bumi dari pengkhianatan, pelanggaran dan permusuhan hingga menjadi
bumi yang penuh keamanan, ketenangan, kedamaian, kasih sayang dan perlindungan
terhadap hak dan kesucian. Cara beliau dalam berperang tercermin dalam sabda
beliau berikut:
“Carilah cara yang
lebih mudah dan jangan mempersulit, ciptakanlah ketenangan dan janganlah
membuat mereka lari.”
“Janganlah sekali-kali
engkau memaksa orang yang terluka, jangan mengejar orang yang melarikan diri
dan jangan membunuh tawanan.”
“Barangsiapa yang membunuh
orang yang terikat dalam perjanjian, maka dia tidak akan mencium bau surga.
Sesungguhnya bau surga itu tercium dari jarak perjalanan selama 40 tahun.”
Masih banyak
aturan-aturan lain yang membersihkan peperangan dari noda-noda Jahiliyah.
Penaklukan Makkah
dimulai dari masuknya Rasulullah beserta pasukan Islam ke Makkah, kemudian Rasulullah
membersihkan Ka’bah dari berhala-berhala, lalu shalat di dalam Ka’bah dan
memberikan pidato di hadapan orang-orang Quraisy yang tujuannya untuk menghilangkan
sisa-sisa Jahiliyah dan membaca Al-Hujurat: 13 yang artinya, “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Rasulullah di Makkah selama 19 hari. Selama itu
beliau memperbarui simbol-simbol Islam dan menyampaikan petunjuk kepada
orang-orang. Kekuasaan yang sudah terpegang di tangan ini benar-benar membantu
untuk menguasai keadaan. Misi dakwah ke seluruh dunia dapat ditempuh selama 2
tahun setelah itu. Pengaruh penaklukan Makkah dapat membalikan keadaan,
mengangkat kedudukan Islam, mendorong Bangsa Arab untuk menentukan sikap dan
kepasrahan mereka terhadap Islam. Sehingga setelah itu Rasulullah menerima
banyak utusan dari berbagai tempat dan menyatakan kesediaannya untuk masuk
Islam. Dengan tahap-tahap yang dilalui, maka Jazirah Arab bisa menyaksikan
kebangkitan yang penuh barakah, yang tidak pernah dijumpai yang seperti itu
dalam perjalanan sejarah manusia.
Tuntas sudah pekerjaan
berdakwah, menyampaikan risalah, membangun masyarakat baru. Maka Rasulullah
mengumumkan bahwa beliau akan melaksanakan haji. Kaum Muslimin juga ikut
bersama beliau. Pada tahun itu yang melaksanakan haji kurang lebih 14000 orang
Muslim. Beliau menyampaikan pidato dan setelahnya turun firman Allah:
“Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
Wafatnya Rasulullah
Setelah dakwah
benar-benar menjadi sempurna dan Islam dapat menguasai keadaan, mulai muncul
tanda-tanda perpisahan dengan kehidupan, yang bisa ditangkap dari sabda dan
tindakan beliau. Beliau sakit selama 13 atau 14 hari, dan tetap shalat bersama
orang-orang selama 11 hari dari masa sakitnya itu. Rasulullah wafat sewaktu
dhuha sudah terasa panas saat berada dalam rangkulan istri beliau, Aisyah, pada
hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun lebih 4 hari. Kalimat
terakhir yang beliau ucapkan yaitu:
“Bersama orang-orang
yang Engkau beri nikmat atas mereka dari para nabi, shiddiqin, syuhada, dan
shalihin. Ya Allah, ampunilah dosaku dan rahmatilah aku. Pertemukanlah aku
dengan Kekasih Yang Maha Tinggi ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi.”
Allah berfirman:
“Muhammad itu tidak
lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul.
Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan
mudharat kepada Allah sedikit pun, dan Allah akan memberi balasan kepada
orang-orang yang bersyukur.” (Ali Imran: 144)
Rumah Tangga Nabawi
Wanita yang pernah
menjadi istri beliau semasa beliau hidup dan membersamai beliau yaitu Khadijah
binti Khuwailid, Saudah binti Zama’ah, Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Hafshah
binti Umar bin Al-Khaththab, Zainab binti Khuzaimah, Ummu Salamah Hindun binti
Abu Umayyah, Zainab binti Jahsy, Juwairiyah binti Al-Harits, Ummu Habibah
Ramlah binti Abu Sufyan, Shafiyah binti Huyai, dan Maimunah binti Al-Harits. Siapa
pun yang mengamati kehidupan beliau tentu mengetahui secara pasti perkawinan
beliau dengan sekian banyak wanita ini justru pada masa-masa akhir hidup
beliau. Berbagai tujuan yang hendak diraih dari perkawinan tersebut adalah
beliau ingin menjalin hubungan yang benar-benar erat dengan Abu Bakar, Umar,
Ali, dan Utsman, yang dikenal banyak berkorban untuk kepentingan Islam pada
masa-masa krisis. Di antara tradisi Bangsa Arab adalah menghormati hubungan
perbesanan. Maka dengan menikahi beberapa wanita yang menjadi Ummahatul
Mukminin, beliau hendak menghilangkan gambaran permusuhan dari beberapa kabilah
terhadap Islam, melainkan membangun hubungan kekeluargaan. Dengan begitu akan
lebih mudah mendakwahkan Islam. Prinsip-prinsip yang menjadi dasar untuk
membangun masyarakat Islam, tidak memberikan peluang bagi kaum laki-laki untuk
bercampur baur dengan kaum perempuan. Padahal dibutuhkan pemberdayaan perempuan,
sehingga beliau memilih beberapa wanita dengan usia yang berbeda-beda dengan
kelebihannya masing-masing guna mewujudkan tujuan ini. Dengan begitu, beliau
bisa membersihkan diri mereka, mendidik, mengajarkan syariat dan hukum-hukum,
serta memberdayakan mereka dengan berbagai pengetahuan Islam. Sehingga mereka
siap untuk mewakili dakwah terhadap seluruh kaum wanita.
Kesempurnaan Jiwa dan Kemuliaan Akhlak
Rasulullah lain daripada
yang lain karena kefasihan bicaranya, kejelasan ucapannya, yang selalu
disampaikan pada kesempatan yang paling tepat, mengkhususkan pada
penekanan-penekanan hukum, mengetahui logat-logat Bangsa Arab, dan berdialog
menurut Bahasa masing-masing. Aisyah berkata, “Jika Rasulullah harus memilih di
antara dua perkara, tentu beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya,
selagi itu bukan suatu dosa. Jika suatu dosa, maka beliaulah orang yang paling
menjauh darinya. Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika ada
pelanggaran terhadap kehormatan Allah, lalu beliau membalas karena Allah.
Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha.”
Rasulullah adalah orang yang paling malu dan suka menundukkan mata. Abu Sa’id
Al-Khudri berkata, “Beliau adalah orang yang lebih pemalu daripada gadis di
tempat pingitannya. Jika tidak menyukai sesuatu, maka bisa diketahui dari raut
mukanya.”
Beliau adalah orang
yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling
menyayangi dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus
pergaulannya, paling lurus akhlaknya, paling jauh dari akhlak yang buruk, tidak
pernah berbuat kekejian dan menganjurkan kepada kekejian, bukan termasuk orang
yang suka mengumpat dan mengutuk, bukan termasuk orang yang suka membuat hiruk
pikuk, tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa, tetapi memaafkan dan
lapang dada, tidak membiarkan seseorang berjalan di belakangnya, tidak
mengungguli hamba sahaya dan pembantunya dalam masalah makanan dan pakaian,
membantu orang yang justru seharusnya membantu beliau, tidak pernah membentak
pembantunya yang tidak beres atau tidak mau melaksanakan perintahnya, mencintai
orang-orang miskin dan suka duduk-duduk bersama mereka, menghadiri jenazah
mereka, dan tidak mencela orang miskin karena kemiskinannya.
Kharijah binti Zaid
berkata, “Beliau adalah orang yang paling mulia di dalam majelisnya, hampir tidak
ada yang keluar dari pinggir bibirnya. Beliau lebih banyak diam, tidak
berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang berbicara dengan
cara yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman, perkataannya terinci, tidak
terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Para sahabat tertawa jika beliau
tersenyum, karena mereka hormat dan mengikuti beliau.” Allah pun berfirman
seraya memuji beliau:
“Dan sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Sifat-sifat yang
sempurna inilah yang membuat jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat
hati mereka mencintai beliau, menempatkan beliau sebagai pimpinan yang menjadi
tumpuan harapan hati. Bahkan orang-orang yang dulunya bersikap keras terhadap
beliau berubah menjadi lemah lembut, hingga akhirnya manusia masuk ke dalam
agama Allah secara berbondong-bondong. Sifat-sifat yang sudah disebutkan
hanyalah sebagian kecil dari gambaran kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat beliau.
Ya Allah, rahmatilah
Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau merahmati Ibrahim dan
keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah
berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberkahi Ibrahim dan
keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.