Keadilan
adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap
dari kita “manusia” memiliki itu “hak dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut
haruslah seimbang dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin
harmonisasi dalam perwujudan keadilan itu sendiri. Keadilan pada dasarnya
merupakan sebuah kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan
mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan. Menurut para ahli:
- Keadilan
menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia.
- Keadilan
menurut Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil
adalah orang yang mengendalikan diri dan perasaannya dikendalikan oleh
akal.
- Keadilan
Menurut Socrates, keadilan tercipta bila mana warga negara sudah merasakan
bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, sebab
pemerintah pemimpin pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Keadilan
memiliki ciri-ciri antara lain tidak memihak, seimbang, dan melihat segalanya
sesuai dengan proporsinya baik secara hak maupun kewajiban dan sebanding dengan
moralitas. Arti moralitas disini adalah sama antara perbuatan yang dilakukan
dan ganjaran yang diterimanya. Dengan kata lain keadilan itu sendiri dapat
bersifat hukum.
Keadilan Sosial
Dalam Pancasila yang kelima
berbunyi, “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”. Pendapat Bung Hatta dalam uraian
mengenai sila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” adalah sebagai berikut, “keadilan sosial adalah
langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur”.
Disini jelas diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 1945
percaya bahwa cita-cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi yaitu dapat
mencapai kemakmuran yang secara merata. Serta pengertian keadilan sosial itu
sendiri adalah suatu kondisi dimana terciptanya kemakmuran karena keseimbangan
antara hak dan kewajiban umat manusia.
Dengan sila ini, rakyat
Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mewujudkan keadilan sosial,
perbuatan dan sikap yang harus dipupuk yakni:
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan.
2. Sikap yang adil terhadap sesama manusia, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati semua hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang sedang memerlukan pertolongan.
4. Sikap yang suka bekerja keras, rajin dan giat.
5. Sikap yang selalu menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan secara bersama-sama.
1. Perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan.
2. Sikap yang adil terhadap sesama manusia, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati semua hak-hak orang lain.
3. Sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang sedang memerlukan pertolongan.
4. Sikap yang suka bekerja keras, rajin dan giat.
5. Sikap yang selalu menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan secara bersama-sama.
Macam-Macam Keadilan
1. Keadilan legal atau keadilan
moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari
setiap orang yang menjalankan pekerjaan menurut sifat dasar yang paling cocok
baginya (the man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan moral,
sedangkan masyarakat yang membuat dan menjadikan kesatuannya. Suatu kondisi
dimana terdapat masyarakat yang adil disebut keadilan legal. Keadilan dapat
terwujud di dalam masyarakat bilamana setiap anggota masyarakat melakukan
fungsinya secara baik dan benar sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
2. Keadilan distributive
Aristoteles berpendapat bahwa
keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama diperlakukan secara sama
dan hal-hal yang tidak sama diperlakukan tidak sama (justice is done when
equels are treated equally).
3. Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan untuk
memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Menurut Aristoteles,
pengertian keadilan ini merupakan asas pertalian dan ketertiban dalam
masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrem menjadikan ketidakadilan
dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.
Kejujuran
Jujur atau kejujuran yaitu apa yang dikatakan oleh seseorang sesuai
dengan hati nuraninya atau sesuai dengan kenyataan yang ada.
Jujur juga bisa dikatakan seseorang
yang bersih hatinya dari perbuatan yang bertentangan dengan moral serta melanggar agama dan hukum. Kejujuran akan mewujudkan
keadilan dan memberikan ketentraman. Kejujuran merupakan lambang suatu kebenaran. Barang siapa yang berkata dengan jujur
sesuai dengan kenyataan artinya orang tersebut telah berbuat yang benar. Kejujuran
dapat dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi. Kesadaran moral adalah
kesadaran tentang diri kita sendiri karena kita melihat diri kita sendiri
berhadapan dengan hal baik dan buruk. Dari situ manusia dihadapkan antara yang
halal dan yang haram, yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dalam
kehidupan sehari-hari jujur dan tidak jujur adalah merupakan bagian hidup yang
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
Jujur juga berarti menepati janji atau
kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata atau perbuatan. Orang
yang memiliki kejujuran tinggi akan memiliki keyakinan yang matang. Sedangkan orang yang
tidak jujur memiliki kepribadian yang buruk dan sering tidak yakin pada
dirinya. Karena apa yang ada dalam nuraninya banyak dipengaruhi oleh
pemikirannya yang kadang-kadang justru bertentangan. Kejujuran itu juga dapat
diartikan sebagai suatu keadaan apa adanya dimana seseorang memiliki kesadaran
penuh untuk mengetahui dan menanggung konsekuensi yang diakibatkan oleh
perkataan maupun perbuatan yang akan dilakukannya.
Pada
dasarnya kejujuran akan cenderung lebih banyak memberikan efek positif
ketimbang negatif. Dan kecenderungan seseorang untuk jujur maupun tidak jujur merupakan
suatu pilihan yang bersumber dari hati nurani, moral, dan akhlak seseorang.
Namun banyak juga yang berpendapat bahwa berbohong atau tidak jujur demi
kebaikan itu diperbolehkan. Sebenarnya pendapat tersebut tidak salah, tetapi
perlu dipertanyakan kebaikan yang seperti apa dahulu. Yang terpenting kebaikan
tersebut tidak bertentangan dengan moral, agama, dan hukum.
Kecurangan
Curang atau kecurangan dapat dikatakan dengan ketidakjujuran atau tidak
jujur. Bisa juga dikatakan licik. Curang atau kecurangan adalah apa yang diinginkan tidak
sesuai dengan hati nuraninya, serta dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
atau besar. Yang dimaksud dengan keuntungan yaitu berupa materi. Mereka yang
berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan untuknya meskipun orang
lain akan menderita karenanya sikap curangnya itu.
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah dan bertujuan ingin menimbun
kekayaan yang berlebihan agar dianggap orang yang hebat, kaya, dan tidak
mempedulikan nasib orang lain. Dalam agama pun tidak dibenarkan apabila
orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, atau
mengumpulkan harta dengan cara yang curang atau licik. Jika menurut pandangan
Islam, hal seperti ini tidaklah diridhai oleh Allah. Berbagai macam sebab orang
yang melakukan curang atau kecurangan. Ada 4 aspek yaitu:
1. Aspek Ekonomi,
2. Aspek Kebudayaan,
3. Aspek Peradaban, dan
4. Aspek Teknik.
Apabila ke-4 aspek tersebut dilaksanakan dengan aturan agama dan hukum yang dilandasi dengan tanggung jawab, kejujuran, keikhlasan, dan akhlak yang baik maka segalanya akan berjalan dengan baik. Namun apabila manusia dalam hatinya telah ada jiwa yang tamak, iri, dengki maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar aturan agama dan hukum. Lalu terjadilah curang atau kecurangan.
1. Aspek Ekonomi,
2. Aspek Kebudayaan,
3. Aspek Peradaban, dan
4. Aspek Teknik.
Apabila ke-4 aspek tersebut dilaksanakan dengan aturan agama dan hukum yang dilandasi dengan tanggung jawab, kejujuran, keikhlasan, dan akhlak yang baik maka segalanya akan berjalan dengan baik. Namun apabila manusia dalam hatinya telah ada jiwa yang tamak, iri, dengki maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar aturan agama dan hukum. Lalu terjadilah curang atau kecurangan.
Pemulihan Nama
Baik
Nama baik yaitu nama yang tidak tercela atau buruk. Setiap orang pasti
menjaga dengan sangat hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi tauladan bagi orang/tetangga
disekitarnya dan merupakan suatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya. Ada peribahasa berbunyi “daripada
berpulih mata lebih baik berpulih tulang” artinya itu adalah orang lebih baik
mati daripada harus malu. Betapa sangat besar nilai nama baik itu sehingga
nyawa pun menjadi taruhannya. Penjagaan nama baik erat sekali hubungannya dengan
tingkah laku atau perbuatan seseorang. Yang dimaksud perbuatan atau tingkah
laku disini adalah cara berbahasa, cara bergaul, sopan santun, disiplin, cara
menghadapi orang, perbuatan yang dihalalkan agama, dan lain-lain. Pada dasarnya
pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya,
bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan moral dan akhlaknya.
Untuk memulihkan nama baik di mata Allah, manusia harus bertaubat dan tidak
mengulangi kesalahan yang dilakukan. Begitu pula untuk memulihkan nama baik
terhadap orang lain, ia harus segera minta maaf dengan bersungguh-sungguh. Taubat
dan minta maaf tidak hanya dibibir, melainkan harus disertai dengan perilaku
pembuktian. Yaitu dengan tidak mengulangi kesalahan, berlaku sesuai ajaran
moral, agama, dan hukum. Sebagai contoh berperilaku tolong
menolong, bertanggung jawab, jujur, bertawakal, dan berakhlak baik.
Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas
perbuatan orang lain. Pembalasan tidak selalu berupa
perbuatan negatif, namun bisa pula melalui perbuatan positif. Pembalasan
terbagi menjadi 2, yaitu pembalasan terhadap sikap positif dan pembalasan
terhadap sikap negatif. Dalam hal ini,
sikap apa pun yang diterima oleh seseorang tetap harus ditanggapi dengan
positif. Jika seseorang mendapat sikap yang tidak baik oleh orang lain, ia
tidak seharusnya membalas sikap tersebut dengan hal yang serupa atau yang lebih
buruk, melainkan membalasnya dengan kebaikan. Contohnya
doa, sikap yang baik, dan nasihat. Tetapi ada pengecualian dalam hal ini. Jika
dalam keadaan yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain, seseorang
boleh menggunakan haknya untuk menyelamatkan dirinya atau orang lain dengan
melakukan suatu tindakan yang merupakan suatu pembalasan.
Selain
itu, pembalasan terhadap sikap positif dinamakan balas budi. Sebagai contoh,
dahulu A membutuhkan pertolongan, lalu B menolongnya. Sewaktu-waktu B membutuhkan
pertolongan, lalu A menolong B. Sikap tersebut adalah pembalasan.
Memanglah
pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna dan tidak ada yang tidak pernah
melakukan kesalahan. Namun sebaik-baiknya pembalas hanyalah Allah. Dan
satu-satunya yang berhak membalas semua perbuatan manusia hanyalah Allah.
Sedangkan kita hanya berbuat sesuai dengan perintahNya dan menjauhi apa yang
dilarangNya.
No comments:
Post a Comment