Akses terhadap air bersih di Indonesia masih menjadi masalah
yang sangat memperihatinkan. Sebagian besar air tawar yang digunakan berasal
dari sungai, danau, waduk, dan sumur. Pembangunan yang semakin pesat dan laju
pertumbuhan yang tinggi malah membuat kondisi air semakin buruk dan persediaan
yang tidak imbang dengan yang dibutuhkan. Menanggapi hal tersebut dibutuhkanlah
perbaikan dalam pembangunan dan penyediaan kualitas dan kuantitas air yang
sesuai. Ketidaktersediaan air bersih secara umum diakibatkan oleh dua faktor,
yaitu faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam disebabkan secara alamiah
berdasarkan bentukan wilayah yang memang sulit untuk mendapatkan air. Faktor
manusia disebabkan oleh aktivitas dari manusia.
Salah satu kasus mengenai lingkungan yang menyediakan air
untuk dikonsumsi adalah pada Sungai Code di dusun Tegal Panggung Cokrodirjan,
Yogyakarta. Sungai Code merupakan salah satu dari tiga sungai yang mengalir
melalui Kota Yogyakarta dan di sekitar pusat pariwisata Yogyakarta yang telah
dikenal secara luas oleh wisatawan. Sejak tahun 1970 sampai pertengahan tahun
1980, lahan di sepanjang 7 kilometer pinggir sungai dari arah utara ke selatan
dipenuhi dengan pemukiman penduduk miskin, yang umumnya merupakan kaum migran.
Banyaknya kaum migran di bantaran Sungai Code ini mengakibatkan penduduk di
daerah tersebut sangat padat dan mulai bermunculan pemukiman kumuh yang tidak
mencerminkan hidup sehat. Kondisi sungai tersebut sangat memperihatinkan. Air
dari sungai berwarna keruh, berasa, dan berbau. Banyak sampah yang terlihat di
aliran sungai. Sampah tersebut berasal dari perilaku beberapa warga yang
membuang sampah sembarangan. Padahal sesuai Perda daerah Yogyakarta, warga di
bantaran sungai tidak boleh membuang sampah disungai, tetapi pada realitasnya
para warga tidak mengindahkan peraturan tersebut. Mereka masih saja membuang
sampah ke sungai. Adapun banyak terpasang slogan-slogan yang mengajak untuk
menjaga kebersihan sungai, tetapi itu semua hanya dianggap sekedar pajangan
saja. Selain itu, pemerintah daerah juga sudah memberi bantuan berupa gerobak
sampah, tetapi tetap saja para warga masih cenderung membuang sampah di sungai.
Berikut ini adalah gambar dari lingkungan di sekitar Sungai Code.
Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal ini mengambil kebijakan
yang berorientasi pada partisipasi masyarakat. Model-model partisipasi
masyarakat dalam menjaga kelestarian dan fungsi Sungai Code antara lain,
pembentukan komunitas Sungai Code, merealisasikan program kali bersih
(proksih), mengelola sampah dengan baik, pembuatan IPAL komunal, memasang
himbauan, pembangunan fasilitas umum di bantaran sungai dan merealisasikan 24
program jalur hijau. Berikut ini adalah penjelasan selengkapnya mengenai
penanggulangan kasus Sungai Code.
1. Membentuk Komunitas
Sungai Code. Partisipasi masyarakat merupakan aspek penting dalam melestarikan
lingkungan di bantaran Sungai Code. Agar setiap masyarakat memiliki kesadaran
yang tinggi untuk menjaga kebersihan kelestarian lingkungan, maka mereka
membentuk komunitas sosial yang mencurahkan perhatiaannya kepada Sungai Code
dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mengembalikan kebersihan Sungai Code.
Elemen yang terlibat dalam komunitas tersebut antara lain masyarakat setempat,
LSM (lembaga swadaya masyarakat), perguruan tinggi dan pemerintah kota
Yogyakarta. Komunitas yang dibentuk adalah komunitas yang independen dan
bersifat sukarela, sehingga lebih mengutamakan diri dalam pembangunan
lingkungan Sungai Code.
2. Merealisasikan Prokasih.
Prokasih Sungai Code Yogyakarta sudah dilaksanakan pada tahun 1993. Program
kali bersih (Prokasih) sebagai wujud dari kepedulian sosial terhadap lingkungan
termanifestasi dalam kegiatan kerja bakti atau gotong royong yang dilakukan
warga secara berkala dan dikoordinir oleh komunitas sosial yang sudah terbentuk
dan aparat desa. Selain itu, masyarakat juga selalu menghimbau baik secara
individual maupun kolektif kepada keluaraga dan lingkungan sekitarnya, agar
tidak membuang sampah sembarangan di sekitar lingkungan Sungai Code. Kerja
bakti dalam hal ini tidak dimaknai sebagai akumulasi pekerjaan untuk
membersihkan lingkungan dalam jangka waktu tertentu, tetapi lebih dimaknai
sebagai bentuk kesadaran masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan di
bantaran Sungai Code.
3. Mengelola Sampah
Dengan Baik. Selain terdapat himbauan untuk tidak membuang sampah di sungai,
masyarakat di sekitar Sungai Code juga belajar untuk mengelola sampah dengan
baik. Sampah rumah tangga diambil oleh petugas regular dan warga mengeluarkan
iuran sesuai dengan yang disepakati bersama. Model pengelolaan sampah seperti
ini memang sudah jamak dilakukan oleh masyarakat perkotaan, akan tetapi jika
tidak diikuti dengan partisipasi masyarakat secara total tentunya hanya akan menjadi
slogan belaka, karena partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan program
tersebut. Oleh karena itu, pemerintah bersama dengan pihak-pihak terkait harus
mendorong dan memfasilitasi masyarakat agar mereka bersedia berperanserta dalam
mensukseskan program tersebut.
4. Pembuatan IPAL
Komunal. Untuk menunjang kebersihan lingkungan dan kelestarian alam di bantaran
Sungai Code, beberapa masyarakat membuat Instalasi Pengelolaan Air Limbah
(IPAL) secara komunal. Adapun kapasitas IPAL komunal yang dibuat warga antara
30 kepala keluarga sampai 70 kepala keluarga. Pembuatan IPAL ini dilakukan
secara komunal karena biaya pembuatannya relatif banyak menelan biaya, dan jika
ditanggung secara bersama-sama akan terasa lebih ringan. IPAL komunal bertujuan
untuk mengurangi tingkat pembuangan limbah rumah tangga yang selalu menjadi
permasalahan krusial dalam menciptakan air sungai yang bersih.
5. Memasang Himbauan.
Selain warga berpartisipasi dalam mengelola Sungai Code komunitas tersebut juga
memasang himbauan di sepenjang bibir/tepian sungai seperti larangan membuang
sampah dan himbauan-himbauan lainnya yang bertujuan menjaga eksistensi Sungai
Code dan mengembalikan fungsi sungai seperti dahulu kala. Jika masyarakat di
bantaran Sungai Code sudah sadar akan pentinggnya menjaga lingkungan agar tetap
bersih dan sehat maka masyarakat lain harus disadarkan juga untuk tidak
mengotori dan membuang sampah di sungai. Karena yang membuang sampah di sungai
tidak hanya masyarakat di sekitar sungai saja melainkan masyarakat luar sungai
juga ikut membuang sampah di sungai.
6. Pembangunan
Fasilitas Umum di Bantaran Sungai. Kepadatan rumah penduduk dan warga secara
tidak langsung telah mendorong masyarakat untuk membuang limbah rumah tangga ke
sungai. Berangkat dari persoalan tersebut, maka warga beserta pemerintah desa
membangun bebrapa fasilitas umum yang dikelola oleh masyarakat setempat seperti
pembangunan kamar mandi umum dan WC umum, gardu sebagai pos ronda dan jalan
setapak juga diperkeras. Penduduk juga menghias lingkungan tepi Sungai Code
dengan pot-pot yang ditanami dengan berbagai macam bunga yang dilengkapi dengan
lampu penerang, serta elemen-elemen lainnya.
7. Merealisasikan
Program Jalur Hijau. Dalam perkampungan bantaran Sungai Code Yogyakarta,
seperti Prawirodirjan dan Sayidan terdapat program pembuatan taman yang
diadakan oleh pemerintah setempat dan dikelola secara penuh oleh masyarakat
yang bersangkutan. Meskipun hanya terbatas di jalan yang sempit atau gang yang
dihimpit oleh rumah warga setempat, akan tetapi hal tersebut tidak mematahkan
semangat warga untuk menciptakan jalur hijau agar para pengguna jalan merasa
nyaman ketika memasuki lokasi perkampungan.
Sumber:
No comments:
Post a Comment