Thursday, April 17, 2014

Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

         Definisi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
Segala karya, ciptaan, atau hasil kemampuan intelektual manusia diatur dalam Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) berkaitan dengan Intellectual Property Rights (IPR), yaitu hak yang timbul untuk hasil pemikiran manusia yang menghasikan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia dan diatur dalam UU No. 7 Tahun 1994. Perlindungan HaKI diberikan melalui hak paten, hak cipta, atau merek dagang kepada pemilik atau penemunya. Karya intelektual merupakan hasil kemampuan manusia yang berkaitan dengan teknologi, ilmu pengetahuan, seni, dan lain-lain. Berikut ini merupakan dasar dari HaKI karya intelektual:
1.      Hasil suatu pemikiran dan kecerdasan manusia, yang dapat berbentuk penemuan, desain, seni, karya tulis atau penerapan praktis suatu ide.
2.   Dapat mengandung nilai ekonomis, dan oleh karena itu dianggap suatu aset komersial.

Sejarah HKI
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan bagian penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Indonesia sebagai negara berkembang harus mampu mengambil langkah yang tepat untuk dapat mengantisipasi segala perubahan dan perkembangan global, salah satunya yaitu melindungi kekayaan intelektual. Pertama kali, undang-undang mengenai HKI ada di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten pada tahun 1470. Penemu yang muncul pada kurun waktu tersebut yaitu Caxton, Galileo dan Guttenberg. Kemudian pada akhirnya, tahun 2001 World Intellectual Property Organization (WIPO) telah menetapkan tanggal 26 April sebagai Hari Hak Kekayaan Intelektual Sedunia.
HKI di Indonesia dimulai pada tahun 2000. Sejarah peraturan perundangan HKI di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda dengan diundangkannya Octrooi Wet No. 136 Staatsblad 1911 No. 313, Industrieel Eigendom Kolonien 1912 dan Auterswet 1912 Staatsblad 1912 No. 600. Pemerintah RI mengesahkan Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek. Kemudian pada tahun 1982, Pemerintah juga mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta. Pemerintah mengundangkan Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten yang mulai efektif berlaku tahun 1991. Di tahun 1992, Pemerintah mengganti Undang-undang No. 21 Tahun 1961 tentang Merek dengan Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.

Bagian-bagian HKI
Definisi dan sejarah dari HKI telah kita diketahui, selanjutnya kita dapat mengenal tentang HKI secara lebih jelas lagi dengan mengetahui bagian-bagian atau ruang lingkupnya. HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:
1.   Hak cipta (copyright);
2.   Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:
a.   Paten (patent);
b.   Desain industri (industrial design);
c.   Merek (trademark);
d.   Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
e.   Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
f.    Rahasia dagang (trade secret).
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai bagian-bagian dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
1.   Hak Cipta
Pengertian hak cipta menurut UU No. 19 Tahun 2002: “Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku” (pasal 1 ayat 1).
2.   Hak Kekayaan Industri
Hak kekayaan industri merupakan hak yang berhubungan dengan milik perindustrian dan menyangkut perlindungan hukum. Perusahaan-perusahaan sangat disarankan untuk mendaftarkan hak kekayaan industri karena hal ini merupakan hal yang sangat penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang bersifat tidak legal, sebagai contoh terdapat produk yang benar-benar mirip dengan produk yang dihasilkan perusahaan. Hak-hak yang diperlukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut antara lain:
a.       Paten (Patent)
Hak paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001. Paten merupakan hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan pesetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya.
b.   Desain Industri (Industrial Design)
Desain industri diatur dalam UU No. 31 Tahun 2000. Desain industri dapat berupa kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi, garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungannya yang mengandung nilai estetika dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang atau komoditi industri dan kerajinan tangan.
c.       Merek (Trademark)
Hak merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001. Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersbut yang memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
d.      Penanggulangan Praktek Persaingan Curang (Repression of Unfair Competition)
Hak ini diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999. Penanggulangan tersebut mempunyai harapan yaitu agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dalam berusaha.
e.       Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Layout Design of Integrated Circuit)
Hak ini diatur dalam UU No. 32 Tahun 2000. Denah tersebut berupa peta (plan) yang memperlihatkan letak dan interkoneksi dari rangkaian komponen terpadu (integrated circuit), unsur yang berkemampuan mengolah masukan arus listrik menjadi khas dalam arti arus, tegangan, frekuensi, dan lain-lain.
f.       Rahasia Dagang (Trade Secret)
Rahasia dagang diatur dalam UU No. 30 Tahun 2000. Rahasia dagang adalah informasi di bidang teknologi atau bisnis yang tidak diketahui oleh umum, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha dan dijaga kerahasiannya oleh pemiliknya.

Konsep HKI
Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci yaitu: ”Hak”, ”Kekayaan”, dan ”Intelektual”. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan ”Kekayaan Intelektual” merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, seni, sastra, dan sebagainya. Terakhir, ”Hak atas Kekayaan Intelektual” (HKI) merupakan wewenang/kekuasaan untuk berbuat sesuatu atas Kekayaan Intelektual tersebut, yang diatur oleh hukum yang berlaku. Konsep HKI adalah sebagai berikut.
1.   Hak kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (UU & wewenang menurut hukum).
2.   Kekayaan hal-hal yang bersifat ciri yang menjadi milik orang.
3.   Kekayaan intelektual, yaitu kekayaan dari kemampuan intelektual manusia (karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra) yang menghasilkan "produk" baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis.

Bentuk (Karya) Kekayaan Intelektual
Kemampuan intelektual manusia pada akhirnya akan menghasilkan suatu karya. Berikut ini merupakan bentuk (karya) kekayaan intelektual:
1.      Penemuan
2.      Desain Produk
3.      Literatur, Seni, Pengetahuan, Software
4.      Nama dan Merek Usaha
5.      Know-How & Informasi Rahasia
6.      Desain Tata Letak IC
7.      Varietas Baru Tanaman

Tujuan Penerapan HKI
Penerapan dari HKI memiliki tujuan terhadap berbagai pesaing di luar sana yang juga akan membuat karya-karya, baik melalui ide individu ataupun ide orang lain. Berikut ini merupakan tujuan penerapan HKI:
1.      Antisipasi kemungkinan melanggar HKI milik pihak lain.
2.      Meningkatkan daya kompetisi dan pasar dalam komersialisasi kekayaan intelektual.
3.      Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan strategi penelitian, usaha dan industri di Indonesia.

Pengaturan HKI di Indonesia
Secara pokok (dalam UU) pengaturan mengenai HKI dapat dikatakan telah lengkap dan memadai. Sejalan dengan masuknya Indonesia sebagi anggota WTO/TRIP’s dan diratifikasinya beberapa konvensi internasional di bidang HKI sebagaimana dijelaskan pada pengaturan HKI di internasional tersebut di atas, maka Indonesia harus menyelaraskan peraturan perundang-undangan di bidang HKI. Untuk itu, pada tahun 1997, pemerintah merevisi kembali beberapa peraturan perundangan di bidang HKI, dengan mengundangkan:
1.      Undang-undang No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang Hak Cipta
2.      Undang-undang No. 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1989 tentang Paten
3.      Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek
Selain ketiga undang-undang tersebut di atas, undang-undang HKI yang menyangkut ke-7 HKI antara lain:
1.      Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2.      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
3.      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
4.      Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang
5.      Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri
6.      Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
7.      Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
Dengan pertimbangan masih perlu dilakukan penyempurnaan terhadap undang-undang tentang hak cipta, paten, dan merek yang diundangkan tahun 1997, maka ketiga undang-undang tersebut telah direvisi kembali pada tahun 2001. Selanjutnya telah diundangkan:
1.      Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten
2.      Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek (khusus mengenai revisi UU tentang Hak Cipta saat ini masih dalam proses pembahasan di DPR)

Pelanggaran dan Sanksi
Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang hak cipta memberikan sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana di bidang hak cipta yaitu pidana penjara dan/atau denda, hal ini sesuai dengan ketentuan pidana dan/atau denda dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sebagai berikut.
1.      Pasal 72 ayat (1) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).
2.      Pasal 72 ayat (2) : Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
3.      Pasal 72 ayat (3) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4.      Pasal 72 ayat (4) : Barangsiapa melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
5.      Pasal 72 ayat (5) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
6.      Pasal 72 ayat (6) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
7.      Pasal 72 ayat (7) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
8.      Pasal 72 ayat (8) : Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
9.      Pasal 72 ayat (9) : Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).
10.  Pasal 73 ayat (1) : Ciptaan atau barang yang merupakan hasil tindak pidana hak cipta atau hak terkait serta alat-alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana tersebut dirampas oleh negara untuk dimusnahkan.
11.  Pasal 73 ayat (2) : Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bidang seni dan bersifat unik, dapat dipertimbangkan untuk tidak dimusnahkan.
Kenyataannya pada zaman sekarang ini, Indonesia tidak lepas dari berbagai pelanggaran terhadap HKI. Faktor-faktor yang umumnya mempengaruhi warga masyarakat Indonesia untuk melanggar HKI adalah sebagai berikut.
1.      Pelanggaran HKI dilakukan untuk mengambil jalan pintas guna mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari pelanggaran tersebut;
2.      Para pelanggar menganggap bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan oleh pengadilan selama ini terlalu ringan bahkan tidak ada tindakan preventif maupun represif yang dilakukan oleh para penegak hukum;
3.      Ada sebagian warga masyarakat sebagai pencipta yang bangga apabila hasil karyanya ditiru oleh orang lain, namun hal ini sudah mulai hilang berkat adanya peningkatan kesadaran hukum terhadap HKI;
4.      Dengan melakukan pelanggaran, pajak atas produk hasil pelanggaran tersebut tidak perlu dibayar kepada pemerintah; dan
5.      Masyarakat tidak memperhatikan apakah barang yang dibeli tersebut asli atau palsu (aspal), yang penting bagi mereka harganya murah dan terjangkau dengan kemampuan ekonomi.
Di bidang sosial budaya, misalnya dampak semakin maraknya pelanggaran hak cipta akan menimbulkan sikap dan pandangan bahwa pembajakan sudah merupakan hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dan tidak lagi merupakan tindakan melanggar undang-undang. Pelanggaran hak cipta selama ini lebih banyak terjadi pada negara-negara berkembang (developing countries) karena ia dapat memberikan keuntungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi para pelanggar (pembajak) dengan memanfaatkan kelemahan sistem pengawasan dan pemantauan tindak pidana hak cipta.

Sumber:

No comments:

Post a Comment