Friday, June 27, 2014

Undang-Undang Perindustrian

Standardisasi Industri
Pembahasan mengenai UU No. 3 Tahun 2014 tentang perindustrian di bawah ini yaitu mengenai bab 7 yang menjelaskan “Standardisasi Industri”. Berikut ini adalah pasal-pasal yang terkait, yaitu pasal 50 sampai dengan pasal 61.

Pasal 50
(1) Menteri melakukan perencanaan, pembinaan, pengembangan, dan pengawasan Standardisasi Industri.
(2) Standardisasi Industri diselenggarakan dalam wujud SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara.
(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 51
(1) Penerapan SNI oleh Perusahaan Industri bersifat sukarela.
(2) Perusahaan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah menerapkan SNI dapat membubuhkan tanda SNI pada barang dan/atau Jasa Industri.
(3) Terhadap barang dan/atau Jasa Industri yang telah dibubuhi tanda SNI sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Industri harus tetap memenuhi persyaratan SNI.

Pasal 52
(1) Menteri dapat menetapkan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib.
(2) Penetapan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:
a.    keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan;
b.    pelestarian fungsi lingkungan hidup;
c.     persaingan usaha yang sehat;
d.    peningkatan daya saing; dan/atau
e.    peningkatan efisiensi dan kinerja Industri.
(4) Pemberlakuan SNI secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan SNI yang telah ditetapkan.
(5) Pemberlakuan spesifikasi teknis secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan sebagian parameter SNI yang telah ditetapkan dan/atau standar internasional.
(6) Pemberlakuan pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap barang dan/atau Jasa Industri berdasarkan tata cara produksi yang baik.
(7) Setiap barang dan/atau Jasa Industri yang telah memenuhi:
a.    SNI yang diberlakukan secara wajib, wajib dibubuhi tanda SNI;
b.    SNI dan spesifikasi teknis dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, wajib dibubuhi tanda kesesuaian; atau
c.     spesifikasi teknis dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, wajib dibubuhi tanda kesesuaian.

Pasal 53
(1) Setiap Orang dilarang:
a. membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara; atau
b.  memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.
(2) Menteri dapat menetapkan pengecualian atas SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk impor barang tertentu.

Pasal 54
Setiap barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib, pelaku usaha atau pemilik barang dan/atau Jasa Industri wajib menarik barang dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri.

Pasal 55
Menteri berkoordinasi dengan menteri terkait menarik setiap barang yang beredar dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b.

Pasal 56
Kewajiban mematuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 oleh importir
dilakukan pada saat menyelesaikan kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.

Pasal 57
(1) Penerapan SNI secara sukarela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dilakukan melalui penilaian kesesuaian.
(2) Penilaian kesesuaian SNI yang diterapkan secara sukarela sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi.
(3) Penilaian kesesuaian SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh lembaga penilaian kesesuaian yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh Menteri.
(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap lembaga penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Menteri.

Pasal 58
Untuk kelancaran pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib, Menteri:
a.    menyediakan, meningkatkan dan mengembangkan sarana dan prasarana laboratorium pengujian standar Industri di wilayah pusat pertumbuhan Industri; dan
b.    memberikan fasilitas bagi Industri kecil dan Industri menengah.

Pasal 59
Menteri mengawasi pelaksanaan seluruh rangkaian penerapan SNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3) dan pemberlakuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara secara wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52.

Pasal 60
(1) Setiap Orang yang membubuhkan tanda SNI atau tanda kesesuaian pada barang dan/atau Jasa Industri yang tidak memenuhi ketentuan SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf a dikenai sanksi administratif.
(2) Pelaku usaha atau pemilik barang dan/atau Jasa Industri yang tidak menarik barang dan/atau menghentikan kegiatan Jasa Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 dikenai sanksi administratif.
(3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berupa:
a.    peringatan tertulis;
b.    denda administratif;
c.     penutupan sementara;
d.    pembekuan izin usaha Industri; dan/atau
e.    pencabutan izin usaha Industri.

Pasal 61
Ketentuan lebih lanjut mengenai Standardisasi Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 serta tata cara pengenaan sanksi administratif dan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penerapan Standardisasi Industri di Indonesia

Badan Standardisasi Nasional (BSN) menargetkan 50 persen industri di Indonesia akan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) hingga 2015 nanti. Sementara itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat telah menunjuk Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK) sebagai pelaksana dan pengawas pemberlakuan SNI atas 58 produk industri. Penunjukan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 109 Tahun 2010 tentang penunjukkan LPK dalam pemberlakuan dan pengawasan SNI atas 58 produk industri secara wajib. Menurut Hidayat, kebijakan tersebut untuk menjamin keefektifan pelaksanaan penerapan SNI wajib. Penerapan SNI merupakan bagian dari upaya perlindungan konsumen dan penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat. Harapan dari penetapan aturan tentang penunjukan LPK dalam pengawasan pemberlakuan SNI wajib dapat memberikan kepastian hukum dan kelancaran dalam penerapan SNI sehingga target kebijakan tersebut bisa dicapai.
Melalui Permenprin ditunjuk pula sebanyak 20 Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) dan 35 laboratorium uji untuk penerapan SNI wajib. Lembaga sertifikasi produk yang ditunjuk, antara lain Pustan dan Sucofindo, sementara laboratorium ujinya antara lain Laboratorium Uji Balai Besar Industri Agro serta Balai Pengujian Mutu dan Barang Ekspor Impor. Ditambahkan, lembaga-lembaga yang penunjukannya dilakukan melalui proses evaluasi oleh tim penilai tersebut selanjutnya akan menjalankan tugas dalam penerbitan Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI wajib untuk produk-produk industri makanan, minuman, kimia dasar, kimia hilir, logam, tekstil dan aneka, permesinan, dan elektronika.
Sebelumnya, Wakil Ketua MASTAN, Syamsir Abduh mengatakan dari 8.000 standar yang ditetapkan, saat ini baru 20 persen SNI diterapkan di Indonesia. "Tingkat kesadaran perusahaan memang masih rendah untuk menerapkan SNI. Maklum, karena SNI prinsipnya sukarela bagi perusahaan untuk mendaftarkan produknya ke kami," jelasnya. Oleh karena itu, lanjutnya, BSN akan mengubah paradigma para pengusaha agar mau meningkatkan kesadarannya akan SNI karena pada dasarnya SNI mampu meningkatkan daya saing produk Indonesia di dunia internasional.
Pengurus BSN di tiap wilayah akan menyosialisasikan pentingnya SNI di setiap perusahaan di daerah masing-masing. Peningkatan Kualitas Menanggapi kebijakan Menteri Perindustrian, Ketua Umum Gabungan Asosiasi Pengerjaan Mesin dan Logam Indonesia (Gamma) Ahmad Safiun mengatakan penerapan SNI wajib harus diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas aparat di bidang tersebut.
Penerapan SNI wajib ini bukan berarti masalah selesai. Lebih lanjut, implementasi sejumlah SNI wajib sejak beberapa tahun terakhir belum mampu membendung serbuan produk nonstandar karena masih ada masalah pemalsuan merek, label, dan produk. Wakil Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Mohamad Amien mengatakan dengan diterapkannya SNI tahun ini, diproyeksikan penjualan kaca lembaran akan naik 5 persen sampai 6 persen dibandingkan dengan pencapaian pada 2009. "Penerapan SNI wajib kaca lembaran membantu industri mempertahankan kinerja penjualan," kata Amien.
    Tanggapan mengenai penerapan standardisasi industri di Indonesia yaitu tingkat kesadaran perusahaan-perusahaan di Indonesia masih rendah untuk menerapkan SNI karena SNI prinsipnya sukarela bagi perusahaan untuk mendaftarkan produknya. Seharusnya penerapan SNI diberlakukan secara wajib, sehingga produk-produk di Indonesia memiliki kualitas yang tinggi dan tidak kalah dengan produk-produk yang dihasilkan di luar negara. Jumlah aparat pengawas yang mampu mengawasi peredaran jutaan produk di pasar lokal juga seharusnya ditingkatkan dan diperjelas fungsi secara teknisnya. Selain itu, peranan pemerintah dalam menanggapi peredaran produk yang masih tidak memenuhi standar dan ilegal seharusnya lebih tegas, salah satunya adalah dengan cara menarik produk tersebut dari pasar-pasar lokal.

Sumber:

No comments:

Post a Comment